KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Teori sifat Dan
Faktor (Eysenck)”. Makalah ini saya susun dengan maksud untuk dapat dijadikan pedoman
tambahan bagi para mahasiswa. Semoga dapat dijadikan bahan dalam meningkatkan pengetahuan.
Isi
makalah ini mencakup teori kepribadian
dari Hans Eysenck. Kepada para dosen dan teman-teman kami
sangat mengharapkan fatwanya dan tegur sapanya untuk perbaikan makalah ini.
Akhir
kata, kami mohon maaf atas kesalahan maupun kekurangan yang terdapat pada
penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, oleh karenanya
kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan dari para pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Banda
Aceh, 13 Febuari 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar…………………………………………………………………….…… 2
Daftar isi……………………………………………………………………………..…. 3
BAB I
Pendahuluan …………………………………………………………………… 4
A.
Latar Belakang ………………………………………………………………… 4
B.
Tujuan …………………………………………………………………………. 4
C.
Rumusan Masalah ……………………………………………………………… 4
BAB II Pembahasan…………………………………………………………………… 5
A. Biografi Hans J.Eysenck………………………………………………………. 5
B. Gambaran teori singkat………………………………………………………… 8
C. Kritik terhadap teori…………………………………………………………… 15
D. Konsep kemanusiaan………..…………………………………………………. 15
E. Terminology……………………………………………………………………. 17
BAB III Penutup………………………………………………………………………. 18
A. Kesimpulan…………………………………………………………………….. 18
Referensi………………………………………………………………………………. 19
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Setiap orang memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, jika semua orang memiliki karakteristik yang
sama, maka kita dengan mudah mengetahui apa yang akan di perbuat oleh orang
tersebut berdasarkan pengalaman yang pernah kita alami. Namun pada kenyataannya
setiap orang tidaklah sama, sering kita mengalami kesalahpahaman dengan teman
sejawat, teman kampus, bahkan tetangga. Kita terkejut dengan perbuatan mereka
yang di luar dugaan, karena biasanya mereka di kenal sebagai seseorang yang
alim, sholeh dan masih banyak lagi.
Sehingga, kita membutuhkan
sejenis kerangka yang menjadi acuan untuk memahami diri sendiri dan orang lain.
Untuk itu kita harus memahami defenisi dari kepribadian, bagaimana kepribadian
itu terbentuk, factor apa saja yang mempengaruhi kepribadian, dan lain
sebagainya. Sehingga gangguan-gangguan yang muncul pada kepribadian setiap
individu bias di hindari.
B.
Tujuan
1.
Menambah
wawasan tentang psikologi kepribadian
2.
Memahami
psikologi kepribadian
3.
Mengenal
teori sifat dan factor Eysenck
4.
Mengetahui
konsep psikologi kepribadian eysenck
5.
Menyelesaikan
tugas makalah psikologi kepribadian
C.
Pembahasan
1.
Biografi
Hans J.Eysenck
2.
Gambaran
teori singkat
3.
Kritik
terhadap teori
4.
Konsep
kemanusiaan
5.
Terminology
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
BIOGRAFI HANS J.EYSENCK
Hans Jurgen Eysenck lahir di
Berlin, 4 Maret 1916, sebagai anak tunggal suatu keluarga yang dramatis. Ibunya
adalah Ruth Werner, seorang bintang pada saat Eysenck lahir. Ayah Eysenck,
Anton Eduard Eysenck, adalah seorang comedian, penyanyi, dan actor. Eysenck
(1991b) mengingat,”(saya) jarang bertemu dengan orangtua saya, yang bercerai
saat saya berumur 4 tahun, dan yang hanya mempunyai sedikit perasaan pada saya,
sebuah emosi yang saya kembalikan.”
Setelah perceraian
orangtuanya, Eysenck tinggal dengan neneknya dari pihak ibu-yang juga merupakan
bagian dari teater, dan kariernya yang cukup cemerlang dalam opera terhenti
secara tiba-tiba karena kecelakaan yang melumpuhkannya. Eysenck mendeskripsikan
neneknya sebagai seseorang yang “tidak egois, sangat peduli, berjiwa
altruistic, dan secara keseluruhan terlalu baik untuk dunia ini”. Walaupun
neneknya adalah seorang katholik yang taat, tidak satupun orangtuanya Eysenck
yang religious, dan ia tumbuh tanpa mempunyai komitmen religious yang formal
(Gibson, 1981).
Eysenck tumbuh dengan
sedikit kedisiplinan dari orangtua serta minimnya control yang ketat atas
perilakunya. Tidak satupun orangtuanya yang terlihat tertarik dalam membatasi
perilaku Eysenck dan neneknya mempunyai sikap yang cukup permisif terhadapnya.
Eysenck menderita depivasi
yang dirasakan banyak orang Jerman setelah Perang Dunia I, yang dihadapkan pada
besarnya inflasi, pengangguran missal, dan mendekati kelaparan. Masa depan
Eysenck tidak terlihat lebih terang ketika Hitler mengambil alih kekuasaan.
Sebagai persyaratan untuk tetap mempelajari fisika di University of Berlin, ia
diberitahukan bahwa ia harus bergabung dengan polisi rahasia Nazi-sebuah
gagasan yang sangat memuakkan sehingga ia memutuskan untuk meninggalkan Jerman.
Sebagai konsekuensi dari
rezim tirani Nazi, pada usia 18 tahun, Eysenck meninggalkan Jerman dan kemudian
menetap di Inggris serta mencoba untuk masuk ke University of London. Agar
dapat diterima di University of London, ia harus lulus ujian masuk, yang
dilakukannya setelah belajar selama setahun di sebuah sekolah bisnis. Setelah
lulus ujian masuk, kemudian ia masuk ke University of London dengan percaya
diri, dan bermaksud untuk mendaftar ke jurusan fisika. Akan tetapi, ia
diberitahukan bahwa ia memilih subjek yang salah dalam ujian masuk sehingga
tidak dapat mengambil kurikulum fisika. Daripada menunggu untuk mengambil
subjek yang benar pada tahun berikutnya, ia pun menanyakan mengenai subjek
ilmiah lain yang dapat diikutinya, yangs esuai dengan kualifikasinya. Dan ia
pun masuk ke jurusan psikologi karena factor kebetulan. Eysenck menerima gelar
sarjana pada tahun 1938, hamper bersamaan dengan waktu ia menikahi Margaret
davies, seorang warga negara Kanada yang merupakan sarjana matematika. Pada
tahun 1940, ia diberikan gelar Ph.D., dari University of London, namun saat itu
Inggris dan kebanyakan Negara-negara Eropa sedang berperang.
Sebagai warga negar Jerman,
ia dianggap sebagai musuh asing dan tidak diperbolehkan untuk memasuki angkatan
Royal Air Force (pilihan pertamanya) ataupun cabang lain dalam militer. Malah,
tanpa pelatihan apa pun sebagai psikiater atau psikolog klinis, ia kemudian
bekerja di Mill Hill Emergancy Hospital, merawat pasien yang menderita beragam
gejala psikologis, termasuk kecemasan, depresi dan hysteria. Akan tetapi,
Eysenck tidak merasa nyaman dengan kategori diagnosis klinis tradisional.
Mengguanakan analisis factor, ia menemukan bahwa dua factor utama
kepribadian-neurotisme/stabilitas emosionaldan ekstraversi/introversi-dapat
menjelaskan hamper keseluruhan kelompok diagnostic tradisional. Gagasan
teoretis awal ini kemudian berlanjut pada terbitnya buku pertama Eysenck, Dimension of Personality (Eysenck,
1947).
Setelah perang, ia menjadi
direktur departemen psikologi Maudsley Hospital dan kemudian menjadi seorang
pengajar psikologi di University of London. Pada tahun 1949, ia berpergian ke
Amerika utara untuk menguji program-program psikologi klinis di Amerika Serikat
dan Kanada., dengan suatu gagasna untuk membangun profesi psikologi klinis di
Inggris. Ia mendapatkan jabatan professor tamu di University of Pennsylvania
selama tahun 1949-1950, namun ia menghabiskan banyak waktunya untuk berpergian
di Amerika serikat dan Kanada, melihat program-program psikologi klinis yang
kemudian dianggapnya sama sekali tidak adekuat dan tidak ilmiah (Eysenck, 1980,
1997b).
Hubungan antara eysenck dan
istrinya mulai renggang, dan pernikahannya tidak membaik saat teman
berpergiannya adalah Sybil Rostal, seorang psikolog kuantitattif yang cantik.
Saat kembali ke inggris, Eysenck bercerai dengai istri pertamanya dan kemudian
menikahi Sybil. Hans dan Sybil Eysenck menjadi rekan penulis dalam beberapa terbitan,
dan pernikahan mereka membuahkan tiga orang anak laki-laki dan seorang anak
perempuan. Putra Eysenck dari pernikahannya yang pertama, Michael, adalah
seorang penulis artikel dan buku-buku psikologi yang telah diketahui tentang
kepribadian manusia. Eysenck mungkin merupakan penulis yang paling produktif
dalam sejarah psikologi, dengan menerbitkan sekitar 800 artikel jurnal atau bab
dalam buku dan lebih dari 75 buku.
Pada
tahun 1983, eysenck pension sebagai professor psikologi di Institute of Psychiatry,
University of London, dan sebagai psikiater senior di Maudsley and Bethlrhrm
Royal hospital. Ia kemudian meneruskan untuk menjadi professor di University of
London sampai kematiaannya karna kanker pada 4 september 1997.
Selama
beberapa tahun kemudian, penelitiannya berlanjut dan merefleksikkan beragam
topic, termasuk kreativitas (Eysenck, 1993, 1995; Frois & Eysenck 1995),
intervensi perilaku pada kanker dan penyakit jantung (Eysenck, 1991d, 1996;
Eysenck &Grossarth-Maticek, 1991) dan intelegensi (Eysenck, 1998a). Dan
Eysenck juga mendapatkan banyak penghargaan.
B.
GAMBARAN TEORI SIFAT DAN FAKTOR (EYSENCK)
1) Teori
faktor eysenck
Teori kepribadian dari hans
Eysenck mempunyai komponen biologis dan psikometri yang kuat. Akan tetapi,
Eysenck berargumen bahwa kecanggihan psikometri saja tidak cukup untuk mengukur
struktur kepribadian manusia dan dimensi kepribadian yang didapatkan dari
metode analisis faktor yang bersifat steril dan tidak bermakna, kecuali
jika sudah terbukti mempunyai suatu ekstensi biologis.
2) Kriteria
dalam mengidentifi suatu faktor
Dengan
asumsi tersebut, eysenck membuat daftar empat kriteria
dalam mengidentifikasikan suatu faktor, yaitu:
1.
Bukti psikometrik untuk eksistensi factor harus ditentukan. Kesimpulan
dari kriteria ini adalah bahwa faktor
harus reliable dan dapat direplikasi. Peneliti lainnya, dari laboratorium terpisah, juga
harus dapat menemukan faktor tersebut, dan secara konsisten mengidentifikasikan
ekstraversi, neurotisme, dan psikotik yang ditemukan oleh Eysenck.
2.
Faktor
harus mempunyai keterwarisan (herbility)
dan harus sesuai dengan model genetis yang sudah dikenal sebelumnya. Kriteria
ini mengeliminasi karakteristik yang dipelajari, seperti kemampuan
untuk mengimitasi suara-suara dari orang-orang terkenal atau keyakinan agama
ataupun politik.
3.
Faktor
harus masuk akal saat dipandang dari segi
teorretia. Eysenck menggunakan metode deduktif dalam melakukan investigasi,
dimulai dengan satu teori, kemudian mengumpulkan data yang konsisten secara
logis dengan teori tersebut.
4.
Untuk
eksistensi suatu faktor adalah bahwa faktor
harus mempunyai relevansi sosial,
yaitu harus ditunjukkan bahwa factor yang didapatkan secara matematika harus
mempunyai hubungan (tidak harus hubungan kasual) dengan variabel sosial yang
relevan, seperti kecanduan obat-obatan, kerentanan akan cedera yang tidak
disengaja, performa cemerlang dalam olahraga, perilaku psikotik, kriminalitas,
dan lain-lain.
3) Hierarki
organisasi perilaku
Eysenck mengenali suatu hierarki
empat level dalam pengorganisasian perilaku, yaitu:
1.
Level
terendah adalah kognisi atau tindakan
spesifik, perilaku atau pikiran individual yang mungkin ataupun tidak
merupakan karakteristik dari seseorang. Seorang murid yang menyelesaikan tugas membaca
merupakan salah satu contoh dari respons spesifik.
2.
Level
kedua adalah tindakan atau kognisi yang
umum, yaitu respon yang terjadi secara berulang dalam kondisi yang serupa.
Sebagai contoh, apabila seorang murid sering bertahan dengan suatu tugas sampai
suatu tugas itu selesai, maka perilaku ini dapat menjadi respons yang umum.
Kebalikan dari respons spesifik, respons yang umum harus cukup reliable atau
konsisten.
3.
Level
ketiga, beberapa respon umum yang saling berhubungan akan membentuk suatu
sifat. Eysenck mendefinisikan sifat sebagai “disposisi kepribadian yang penting
dan semipermanen”. Sebagai contoh, murid akan mempunyai sifat tekun apabila
mereka biasanya menyelesaikan tugas kelas dan terus bekerja pada tugas-tugas
lain sampai benar benar selesai.
4.
Level
keempat, yaitu tipe atau superfaktor. Suatu tipe terdiri dari beberapa sifat
yang saling berkaitan. Sebagai contoh, ketekunan dapat berkaitan dengan
inferioritas, penyesuaian emosional yang buruk, sifat pemalu secara sosial, dan
beberapa sifat lainnya, yang kesemuanya dapat membentuk tipe introversi.
4) Dimensi
kepribadian
Tiga
dimensi kepribadian Eysenck adalah Ekstraversi (E), Neurotisme (N), dan
Psikotik (P). Gambar dibawah ini menunjukkan struktur hierarki dari superfaktor
P,E, dan N yang digagas Eysenck.
Eysenck
berargumen bahwa setiap faktor memenuhi empat kriteria yang ia berikan untuk
mengidentifikasikan dimensi kepribadian.
Pertama,
bukti psikometrik yang kuat harus ada dalam setiap faktor, terutama faktor E
dan N. Faktor P mencul belakangan dalam studi yang dilakukan Eysenck, namun
tidak terlalu diperhatikan dengan serius oleh peneliti lain sampai pada
pertengahan tahun 1990-an.
Kedua,
Eysenck berargumen bahwa dasar biologis yang kuat terdapat dalam masing-masing
superfaktor tersebut.
Ketiga,
tiga dimensi kepribadian Eysenck masuk akal secara teoretis. Carl Jung dan yang
lainnya telah melihat efek yang berpengaruh dari perilaku ekstraversi dan
introversi (faktor E), dan Sigmund freud menekankan pentingnya kecemasan
(faktor N) dalam pembentukan perilaku. Selain itu, psikotik (faktor P) selaras
dengan para pakar teori seperti Abraham Maslow, yang menggegas bahwa kesehatan
psikologis mencakup dari aktualisasi diri 9skor P rendah) sampai skozofrenia
dan psikosis (skor P tinggi).
Keempat,
Eysenck berulang kali memperlihatkan bahwa ketiga faktor berkaitan dengan isu
sosial, seperti penggunaan obat obatan terlarang, perilaku seksual,
kriminalitas, mencegah kanker dan penyakit jantung, serta kreativitas.
Ekstraversi
Konsep
yang dimiliki Eysenck mengenai ekstraversi dan introversi lebih dekat dengan
penggunaan popular dari kedua istilah ini.
Orang-orang ekstrover mempunyai karakteristik utama, yaitu kemampuan
bersosialisasi dan sifat impulsif, senang bercanda, penuh gairah, cepat dalam
berpikir, optimis, serta sifat-sifat lain yang mengindikasikan orang-orang yang
menghargai hubungan mereka dengan orang lain.
Orang-orang
introvert mempunyai karakteristik sifat-sifat yang berkebalikan dari mereka
yang ekstrover. Mereka dapat dideskripsikan sebagai pendiam, pasif, tidak
terlalu bersosialisasi, hati-hati, tertutup, penuh perhatian, pesimistis,
damai, tenang, dan terkontrol. Akan tetapi, menurut Eysenck, perbedaan paling
mendasar antara ekstraversi dan introversi bukan terletak pada perilaku,
melainkan pada sifat dasar biologis dan genetiknya.
Eysenck
yakin bahwa penyebab utama perbedaan antara orang ekstrover dan introvert adalah
tingkat rangsangan kortikal-suatu
kondisi fisiologis yang sebagian besar diwariskan secara genetic daripada
dipelajari.oleh karena orang ekstrover mempunyai tingkat rangsangan kortikal
yang lebih rendah daripada yang introvert, mereka mempunyai ambang sensoris
yang lebih tinggi sehingga akan bereaksi lebih sedikit pada stimulus sensoris.
Sebaliknya, orang-orang introvert mempunyai karakteristik berupa tingkat
rangsangan kortikal yang lebih tinggi, sehingga mempunyai ambang sensoris yang
lebih rendah dan mengalami reaksi yang lebih banyak pada stimulus sensoris.
Neurotisme
Seperti ekstraversi-introversi,
neurotisisme-kestabilan mempunyai komponen hereditas yang kuat. Eysenck
menyatakan bahwa beberapa penelitian yang menemukan bukti dasar genetik dari
trait neurotik, seperti gangguan kecemasan, histeria, dan obsesif- kompulsif.
Juga ada keseragaman antara orang kembar-identik lebih dari kembar- fraternal
dalam hal jumlah tingkah laku antisosial dan asosial seperti kejahatan orang
dewasa, tingkah laku menyimpang pada anak-anak, homoseksualitas, dan
alkoholisme.
Orang-orang yang mempunyai skor
tinggi dalam neurotisme mempunyai kecenderungan untuk bereaksi berlebihan
secara emosional, dan mempunyai kesulitan untuk kembali ke kondisi normal
setelah tersimulasi secara emosional. Mereka sering mengeluhkan gejala-gejala
fisik, seperti sakit kepala dan sakit punggung, serta mempunyai masalah
psikologis yang kabur, seperti kekhawatiran dan kecemasan.Akan tetapi,
neurotisme tidak selalu mengindikasikan suatu neurosis dalam artian tradisional
dari istilah tersebut. Orang dapat saja mempunyai skor tinggi dlam neurotisme,
tetapi terbebas dari gejala psikologis yang bersifat menghambat.
Neurotisme
dapat dikombinasikan dengan titik-titik yang berbeda-beda dalam skala
ekstravers, tidak ada satu sindrom yang dapat mendefinisikan perilaku
neurotis.Teknik analisis factor Eysenck mengasumsikan indepedensi
factor-faktor, yaitu bahwa skala neurotisme mempunyai sudut siku-siku dengan
skala ekstraversi (mengindikasikan kolerasi nol). Oleh karna itu, beberapa orang
dapat mempunyai skor yang tinggi dalam skala N, tetapi menunjukkan
gejala-gejala yang berbeda, bergantung pada derajat ekstraversi atau introversi
mereka.
Dari gambar diatas memperlihatkan kutub
ekstraversi/introversi yang tidak kolerasi (kolerasi nol) dengan kutub
neurotisme/stabilitas. Pertimbangan orang A,B dan C mempunyai skor yang tinggi
dalam skala neurotisme, tetapi mempresentasikan tiga titik yang yang berbeda
dalam skala ekstraversi. Orang A, seorang neurotik yang introvert, memiliki
karakteristik kecemasan, depresi, fobia, dan gejala-gejala pbsesif-kompulsif;
orang B yang tinggi neurotismenya, tetapi hanya memiliki ekstraversi yang rata
rata, sering memiliki karakteristik yang histeria (gangguan neurotisme yang
diasosiasikan dengan ketidakstabilan emosi) sugestif, dan gejala-gejala
somatic; orang C, seorang neurotik yang ekstrover, mungkin akan menampilkan
kualitas psikopatik seperti kriminalitas atau kecenderungan untuk membangkang.
Selain itu, pertimbangan orang A,D, dan E yang sama-sama introvert, tetapi
dengan tiga tingkatan yang berbeda dalam stabilitas emosional dan orang E
berada dalam titik ekstrem dalam introversi maupun kestabilasn psikologis.
Psikotik
Teori awal Eysenck mengenal
kepribadian didasrai oleh dua dimensi kepribadian- ekstraversi dan neurotisme.
Setelah beberapa tahun merujuk psikotik (P) secara tidak langsung sebagai
faktor independen kepribadian, Eysenck akhirnya menaikkannya ke posisi yang
setara dengan E dan N.
Seperti ekstraversi dan neurotisme,
P adalah faktor yang bersifat bipolar, dengan psikotik dalam satu kutub dan
superego dalam kutub yang lainnya. Orang dengan skor P tinggi biasanya
egosentris, dingin, tidak mudah menyesuaikan diri, impulsif, kejam, agresif,
curiga, psikopatik, dan antisosial. Orang dengan skor psikopatik yang rendah
(yang mengarah pada fungsi superego) cenderung bersifat altruis, mudah
bersosialisasi, empati, peduli, kooperatif, mudah menyesuaikan diri, dan
konvensional.
Eysenck memiliki hipotesis bahwa
orang-orang yang memiliki skor psikotik yang tinggi mempunyai “predisposisi
untuk menyerah pada stres dan mempunyai penyakit psikotok” yang tinggi. Model
diatesis-stres ini mengidendikasikan bahwa orang-orang yang mempunyai skor P
yang tinggi, secara genetis lebih rentan terhadap stres dari pada yang
mempunyai skor P yang rendah. Pada periode stres yang rendah, orang dengan skor
P tinggi masih dapat berfungsi dengan normal, tetapi saat tingkat psikotik yang
tinggi berinteraksi dengan kadar stres yang juga tinggi, orang tersebut menjadi
lebih rentan terhadap gangguan psikotik. Sebaliknya, orang dengan skor P rendah
tidak terlalu rentan pada psikosis yang berhubungan dengan stres, dan mungkin
tidak akan mengalami kehancuran secara psikotik pada periode stres yang
ekstrem. Menurut Eysenck, semakin tinggi skor psikotik, semakin rendah kadar
stres yang dibutuhkan untuk menimbulkan reaksi psikotik.
Dengan
demikian, pandangan Eysenck terhadap kepribadian memperbolehkan setiap orang
untuk diukur dalam tiga faktor yang independen, dan skor yang dihasilkan akan
dipetakan pada ruang dengan tiga koordinat. Sebagai contoh, orang F pada gambar
dibawah memiliki skor yang cukup tinggi pada superego, tinggi pada ekstraversi,
dan berada mendekati titik tengah pada skala neurotisme/stabilitas. Dalam
bentuk yang serupa, skor dari masing-masing orang dapat di dalam ruang tiga
dimensi.
5)
Mengukur
Kepribadian
Eysenck mngembangkan empat inventori
kepribadian yang mengukur superfaktor yang digagasnya, yaitu:
a. Maudsley
Personality Inventory (MPI), inventori ini hanya mengkaji E dan N, serta
menghasilkan beberapa kolerasi dari kedua faktor tersebut.
b. Eysenck
Personality Inventory (EPI). Alat tes EPI ini memiliki skala kebohongan, untuk
mendeteksi kepura-puraan, tetapi yang penting tes tersebut mengukur ekstraversi
dan neurotisme secara independen, dengan kolerasi yang hampir 0 antara E dan N.
c. Eysenck
Personality Questionnaire (EPQ), yang memasukkan skala psikotik (P). Alat tes
EPQ yang mempunyai versi dewasa maupun anak-anak, adalah revisi dari EPI yang
sampai sekarang masih juga diterbitkan.
d.
Eysenck Personality
Questionnaire-Revised, revisi dari EPQ. Muncu dari kritik terhadap adanya skala
P dalam EPQ.
6) Dasar
Biologis Kepribadian
C.
KRITIK
TERHADAP TEORI
Teori trait faktor dari Eysenck merupakan contoh
penelitian kepribadian dengan pendekatan yang sangat empiris. Teori itu di kembangkan melalui pengumpulan
data dari responden yang jumlahnya sangat besar, mengkorelasikan skor-skor yang
di peroleh, dilakukan analisis faktor
terhadap matriks korelasinya, dan memakai simpulan faktornya sebagai aspek
penting dalam psikologi. Dengan kata lain, teori factor mendasarkan diri kepada
psikometrik alih-alih penilaian klinik. Beberapa pakar, pada dasarnya telah
menyadari dan meyakini adanya hubungan antara kepribadian dengan system
neurologis manusia.
Kritik utama terhadap Eysenck adalah teorinya terlalu sempit.
Teori itu hanya membahas tiga dimensi kepribadian dan hubungannya dengan
biologi-saraf, tanpa menyinggung topic-topik yang menjadi pusat perhatian pakar
psikologi pada umumnya, seperti motivasi, drives, kemauan dan impuls. Eysenck
menyinggung perkembangan kecemasan tetapi tidak membahas perkembangan itu
secara luas.
D.
KONSEP
KEMANUSIAAN
Eysenck yakin manusia bukan hanya memiliki
kesadaran, tetapi juga ketidaksadaran. Manusia juga sanggup mengevaluasi
performa mereka sendiri dan mengubah sikap, temparamen, kebutuhan, minat dan
perilaku agar bisa dipercaya. Eysenck juga menekankan faktor genetik
kepribadian dimana mereka yakin kalau sifat dan faktor diwariskan dan memiliki
komponen genetik dan biologis yang kuat. Karena itu teori sifat dan faktor sangat rendah dalam
pengaruh sosialnya. Menurut Eysenck, diatas segalanya adalah manusia, karena
itu teori sifat lebih kepada perbedaan individu dari pada kemiripan manusia.
Konsep
kemanusiaan di lihat dari segi struktur, kepribadian merujuk kepada aspek tetap
dari kepribadian. Seseorang memiliki kualitas psikologis yang bertahan dari
hari ke hari dan dari tahun ke tahun. Kualitas tetap yang mendefinisikan
individu dan membedakan individu yang satu dengan yang lain ini disebut
struktur kepribadian. Dalam kerangka ini, struktur tersebut dapat dibandingkan
dengan bagian tubuh, atau dengan konsep seperti atom dan molekul dalam fisika.
Mereka merepresentasikan dasar-dasar teori kepribadian. Unit Analisis berbagai
teori dapat dibandingkan dalam istilah konsep struktural yang mereka gunakan
untuk menjawab pertanyaan apa, bagaimana, dan mengapa yang berkaitan dengan
kepribadian. Berbagai tipe konsep struktural telah dikembangkan oleh teoretikus
kepribadian yang berbeda untuk mengkonseptualisasikan kualitas tetap dari
kepribadian.Dengan kata lain, teori kepribadian yang berbeda menampilkan
variabel dasar yang berbeda, atau unit analisis yang berbeda. Tiap unit analisis yang berbeda bisa
jadi “benar” menurut caranya sendiri. Bahkan tiap tipe tersebut bisa jadi
memberikan tipe informasi yang berbeda tentang sebuah objek. Sebagai contoh,
pada saat ini Anda mungkin sedang duduk di kursi. Kursi tersebut dideskripsikan
dapat menanggung beban sebesar X kg, berharga Y rupiah, sebagai “kualitas
baik”. Tiap unit analisis ini – kg, rupiah, dan tingkat “kualitas baik” memberitahukan
sesuatu tentang kursi tersebut. Berbagai hal yang mereka sampaikan kepada kita
mungkin berhubungan secara sistematis; kursi yang buruk akan berharga lebih
murah dan hanya mampu menanggung beban yang lebih ringan.
Akan
tetapi, unit analisis adalah sesuatu yang berbeda secara konseptual. Senada
dengan hal tersebut, berbagai teori kepribadian yang berbeda menggunakan unit
analisis yang berbeda secara konseptual untuk mengkonseptualisasi struktur
kepribadian. Salah satu unit analisis yang kerap digunakan untuk
mendeskripsikan struktur kepribadian adalah sifat atau ciri kepribadian (personality trait).
Susunan sifat merujuk kepada konsistensi respons individual kepada berbagai
situasi. Seseorang yang secara konsisten bertindak dengan cara yang kita sebut
teliti (conscientious) dapat dikatakan memiliki sifat teliti (conscientiousness). Dengan cara ini, sifat membentuk
konsep yang digunakan orang awam untuk mendeskripsikan orang.
E.
TERMINOLOGY
·
Teori sifat dan factor mengenai kepribadian didasarkan kepada
analisi-faktor , sebuah prosedur yang berasumsi kalau sifat manusia dapat
diukur .
·
Eysenck menggunakan pendekatan deduktif-hipotetis untuk
merumuskan tiga factor bipolar-ekstraversi / introversi , neurotisme /stabilitas ,dan
psikotisme / superego.
·
Eysenck menengaskan kalau kepribadian harus sanggup
memprediksi perilak, dan dia memberikan contoh jelas untuk mendukung teori tiga
faktornya.
·
Teori Eysenck menyimpulkan bahwa ia menyakini manusia
itu bukan hanya kesadarannya saja , tetapi juga manusia memiliki
ketidaksadaran.
·
Eysenck sangat menekanka factor genetic pada
kepribadian manusia itu sendiri yang berkaitan dengan sifat dan factor
pewarisan gen dan memiliki komponen genetik-biologis yang sangat kuat.
·
Teori lima factor lebih mendukung rotasi ortogonal
(orthogonal rotation) yang selalu bergerak ke kanan satu sama laen.
·
Analisis factor mencoba memahami teori sifat dan
factor kepribadian yang merupakan metode bersifat steril .
·
Tujuan metode pengukuran kepribadian untuk membuktikan
kalau ini memiliki eksistensi biologis.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Hans Jurgen Eysenck yang
lahir di Berlin, 4 Maret 1916 berargumen bahwa kecanggihan psikometri saja
tidak cukup untuk mengukur struktur kepribadian manusian dan dimensi
kepribadian yang didapatkan dari metode analisis faktor
yang bersifat steril dan tidak bermakna, kecuali jika sudah terbukti mempunyai
suatu ekstensi biologis.
Eysenck membuat daftar empat kriteria
dalam mengidentifikasikan suatu factor, yaitu:
1.
Bukti
psikometrik
2.
Faktor
harus mempunyai keterwarisan (herbility) dan harus sesuai dengan model genetis
yang sudah dikenal sebelumnya
3.
Faktor
harus masuk akal saat dipandang dari segi teorretia
4.
Untuk
eksistensi suatu faktor adalah bahwa faktor harus mempunyai relevansi social
Eysenck mengenali suatu
hierarki empat level dalam pengorganisasian perilaku, yaitu:
1.
Level
terendah adalah kognisi atau tindakan
spesifik
2.
Level
kedua adalah tindakan atau kognisi yang
umum
3.
Level
ketiga, beberapa respon umum yang saling berhubungan akan membentuk suatu sifat
4. Level keempat, yaitu tipe atau superfaktor
Tiga dimensi kepribadian Eysenck adalah Ekstraversi
(E), Neurotisme (N), dan Psikotik (P).
Pandangan Eysenck terhadap kepribadian
memperbolehkan setiap orang untuk diukur dalam tiga faktor yang independen, dan
skor yang dihasilkan akan dipetakan pada ruang dengan tiga koordinat
Eysenck
mngembangkan empat inventori kepribadian yang mengukur superfaktor yang
digagasnya, yaitu:
e. Maudsley
Personality Inventory (MPI), inventori ini hanya mengkaji E dan N, serta
menghasilkan beberapa kolerasi dari kedua faktor tersebut.
f. Eysenck
Personality Inventory (EPI). Alat tes EPI ini memiliki skala kebohongan, untuk
mendeteksi kepura-puraan, tetapi yang penting tes tersebut mengukur ekstraversi
dan neurotisme secara independen, dengan kolerasi yang hampir 0 antara E dan N.
g. Eysenck
Personality Questionnaire (EPQ), yang memasukkan skala psikotik (P). Alat tes
EPQ yang mempunyai versi dewasa maupun anak-anak, adalah revisi dari EPI yang
sampai sekarang masih juga diterbitkan.
h.
Eysenck Personality
Questionnaire-Revised, revisi dari EPQ. Muncu dari kritik terhadap adanya skala
P dalam EPQ.
REFERENSI
Feist,
Jess & Gregory J,Feist.2010.Teori
Kepribadian Theories Of Personality.Jakarta: Salemba Humanika