Kamis, 18 April 2013

Contoh-contoh kasus Psikologi Abnormal

Diposting oleh Unknown di 07.23 2 komentar

Contoh Kasus 1, OCD
Bernice berusia 46 tahun saat mulai menjalani terapi. Ini keempat kalinya ia menjalani terapi. Gangguan obsesif-kompulsif dideritanya sejak 12 tahun lalu, tidak lama setelah kematian ayahnya.
Bernice terobsesi ketakutan mengalami kontaminasi, suatu ketakutan yang secara tidak jelas dikaitkan dengan kematian ayahnya karena pneumonia. Ia tidak nyaman bersentuhan dengan kayu “objek yang bergores”, surat, benda yang dikemas kaleng, dan “noda perak” (peralatan yang berwarna perak). Ia tidak dapat menyatakan mengapa objek-objek tersebut merupakan sumber kemungkinan kontaminasi dengan kuman.
Untuk mengurangi rasa tidak nyaman, Bernice melakukan berbagai ritual kompulsif yang menghabiskan hampir seluruh waktunya. Seperti mandi selama 3-4 jam dan waktu mandi ia mengelupas lapisan luar sabun mandi sehingga sepenuhnya bebas dari kuman. Waktu makan berlangsung berjam-jam, ia makan tiga suap makanan pada satu waktu, mengunyah setiap suapan 300 kali. Ini dilakukan untuk menghilangkan kontaminasi pada makanannya. Suaminya kadangkala terlibat dalam upacara makan tersebut, ia mengocok teko teh dan sayuran beku di atas kepala Bernice untuk menghilangkan kuman. Hal ini telah merendahkan nilai kehidupannya hingga hampir tidak melakukan apapun selain itu. Ia tidak keluar rumah, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, atau bahkan berbicara melalui telepon.

Contoh Kasus 2, OCD
Alexis berusia 24 tahun, mengikuti terapi karena mencuci tangan secara kompulsif yang mengancam akan menghancurkan hidupnya. Dia baru saja diterima di sekolah hukum, tapi Ia takut tidak mampu duduk diam di kelas atau belajar dengan baik karena dorongan untuk mencuci tangan yang muncul setiap kali Ia berpikir telah menyentuh sesuatu yang kotor. Setiap hari tampaknya ada  begitu banyak benda kotor yang disentuhnya, dan yang paling kotor biasanya berhubungan dengan toilet. Dia berdalih hal ini karena hal yang berhubungan dengan toilet dipenuhi oleh mikroba yang menurutnya tergolong paling najis.
Alexis tahu bahwa memang tidak ada alasan atau sebab untuk paksaan (dorongannya) tersebut. Dia cuci tangan untuk membersihkan dirinya dari sesuatu yang telah tercemar. Penyebab OCD yang dialami Alexis ini diduga karena trauma basal. Tindakan mencuci tangan yang dilakukannya berfungsi sebagai solusi palsu untuk membersihkan apa yang seharusnya harus dibersihkan, tetapi mungkin dalam hal ini bukan tangannya.
Langkah pertama adalah menemukan trauma yang menyebabkan gangguan OCD ini. Akhirnya ditemukanlah bahwa kakeknya pernah melakukan penyiksaan seksual ketika dia berusia enam tahun dengan cara menembus dan membuat Alexis mencium bau anusnya.









 Contoh Kasus 3, OCD
Lauren Walsh, wanita berusia 21 tahun menderita Obsessive Compulsive Disorder (OCD). OCD menyerang mental dengan ciri-ciri selalu berpikir berulang-ulang dan melakukan aktivitas yang juga dilakukan berulang-ulang. Kelainan ini membuat Lauren merasa menjadi orang yang tidak normal.
Misalnya, dia selalu menghabiskan banyak waktu untuk mencuci tangan berjam-jam. Jika dihitung-hitung, ia bisa menghabiskan 10 jam sehari di kamar mandi, seperti dikutip dari DailyMirror. Lauren juga selalu merasa takut karena dia berpikir setiap inchi tubuhnya dihinggapi bakteri, sehingga dia harus mandi lagi dalam waktu lama untuk membersihkannya.
“Ini sampai ke titik saat saya harus mandi lima kali sehari, masing-masing berlangsung dua jam,” ujar Lauren.
“Rasanya, ada begitu banyak hal, yang harus saya lakukan. Setiap menit dari bagian tubuh saya harus dikontrol.” Penderitaan ini dialami Lauren sejak didiagnosis mengalami gangguan OCD di usia 12 tahun. OCD yang diderita Lauren seperti menyebabkan suara di kepalanya, yang dia sebut ‘iblis di bahu’. Kondisi ini seolah meyakinkan dia selalu dalam keadaan kotor.
Lauren tahu itu tidak rasional, tapi dia tidak berdaya mengendalikan dirinya. Lauren memaparkan bagaimana OCD mengendalikan hidupnya selama bertahun-tahun. Waktu itu, ibunya Linda merasa heran, dengan kebiasaan Lauren.
Lauren terus menerus mencuci tangan. Tidak hanya di rumah, bahkan juga di sekolah. Penderitaan Lauren membuat dia sulit bersosialisasi dengan teman-teman sekolah. Banyak teman-teman sekolah yang kemudian menjuluki Lauren sebagai orang aneh dan stres.
Di usia 10 tahun, Lauren pernah menangis tak terkendali karena dia merasa ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Tapi, waktu itu tidak tau kenapa dia merasa bersalah. Barulah ketika berusia 12 tahun, penderitaan Lauren dikenali penyebabnya. Dia didiagnosis OCD. Saat memasuki remaja, OCD menjadi semakin melumpuhkan mental Lauren. Kamar tidurnya penuh dengan catatan karena Lauren merasa terdorong untuk terus menulis.
“Aku punya catatan untuk diingat kembali ketika saya berumur 12 tahun. Orang beranggapan OCD adalah tentang mencuci tangan sedikit lebih lama dari biasanya dan kemudian Anda melanjutkan aktivitas seperti orang lain. Tapi, ternyata tidak.” Lauren melanjutkan, “Keluar dari tempat tidur memakan waktu 20 menit setiap pagi karena saya harus berbalik sampai saya berada di sudut kanan. Jika tidak merasa benar, saya ulangi sampai hal itu benar.” Setelah itu, dia akan memastikan tempat tidur selalu dalam keadaan sempurna tanpa ada kain yang kusut. Dia harus mencuci sarung bantal setiap hari dan seprai setidaknya tiga kali seminggu.
“Di kamar mandi aku menggunakan sabun yang berbeda dan lotion untuk bagian tubuh yang berbeda, dimulai di bagian atas dan bekerja dengan cara ke bawah. Dibutuhkan waktu dua jam setiap kali mandi,” kata Lauren. Untuk menggunakan toilet, dia harus menyekanya dulu kemudian duduk dengan cara yang benar. Lalu, dia akan selalu merobek lembar pertama kertas toilet karena takut telah tersentuh orang lain. Kemudian dia akan merobek tisu sebanyak 12 lembar untuk selanjutnya dilipat dengan cara tertentu sebelum dipakai. Untuk sekadar bangun dari toilet pun, dia masih harus memutar sampai benar-benar merasa nyaman.
“Saya harus berjalan lurus sempurna dan setiap langkah harus merasa benar di kaki. Jika tidak, saya harus mulai dari awal lagi. Jadi, saya akan berada di sana selama berjam-jam.” Kondisi Lauren, mirip seperti yang dialami Sam Hancox, yang akhirnya meninggal akibat kasus serupa. Sam mengalami dehidrasi dan infeksi kulit karena penyakit OCD selama 30 tahun. Penyakit ini membuat Sam selalu mandi sampai 20 jam setiap hari karena, dia takut kuman.
“Kasus itu membuat saya marah, karena bisa saja terjadi pada saya,” ujar Lauren yang sangat takut riwayat hidupnya akan berakhir tragis sama seperti Sam.

Contoh Kasus 4 , OCD
Samantha Hancox, 40 tahun, warga negara Inggris, meninggal karena ketakutan berlebihan terhadap bakteri. Selama 18 tahun terakhir, ia hanya sekali meninggalkan rumahnya karena takut terpapar bakteri. Dalam sehari, Hancox menghabiskan 20 jam untuk mandi dan membersihkan tubuhnya dari bakteri. Puncak ketakutannya terjadi saat ia takut bakteri akan menyebar melalui makanan dan minumannya. Akhirnya ia meninggal karena dehidrasi dan infeksi kulit (akibat terlalu sering menggosok tubuh). Rasa takut bisa berbahaya bila berlebihan.
Contoh Kasus 5, Skizoprenia
Joe adalah siswa yang baik di sepanjang masa SMA-nya. Ia anggota tim futbol, mempertahankan ranking yang bagus dan mendapatkan pujian pada tiap semesternya.
Ia ramah dan populer. Menjelang akhir semester pertama di maktab (college)-nya, semuanya mulai berubah. Joe tak lagi makan bersama dengan kawan-kawan, pada kenyataannya ia mulai berkurung diri di dalam kamar. Ia mulai mengabaikan kesehatan pribadi dan berhenti menghadiri kuliah. Joe mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dan harus membaca kalimat yang sama secara berulang-ulang. Ia mulai percaya bahwa kata-kata dalam naskah buku memiliki makna yang khusus baginya dan dengan sesuatu cara memberitahukan sebuah pesan untuk menjalankan sebuah misi rahasia. Joe mulai menyangka bahwa kawan sekamarnya bersekongkol dengan telepon dan komputernya untuk mengawasi kegiatannya. Joe menjadi takut jika kawan sekamarnya tahu akan pesan dalam naskah buku dan kini mencoba untuk menipunya. Joe mulai percaya teman sekamarnya dapat membaca pikirannya, pada kenyataannya siapapun yang ia lewati di aula atau di jalanan dapat mengatakan apapun yang ia pikirkan. Saat Joe sedang sendirian di kamar, ia dapat mendengar bisikan mereka yang ia percayai sedang mengawasinya. Ia tak dapat memastikan apa yang mereka katakan tapi ia yakin bahwa mereka membicarakannya.


Contoh Kasus 6, Skizoprenia
Roger adalah pria berusia 36 tahun yang memiliki riwayat panjang mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk melukai diri sendiri dan orang lain. Ia telah menuruti suara-suara itu di masa yang lalu dan akibatnya ia harus menjalani pemenjaraan karena telah mengancam seseorang dengan sebilah pisau. Ia juga takut dilukai oleh musuh-musuhnya dan hal itu mengakibatkannya tidak tidur dengan tujuan untuk melindungi dirinya sendiri. Roger secara aktif menggunakan alkohol, ganja dan kokain untuk mengatasi gejala-gejalanya. Roger telah lama berhenti minum obat dari dokternya karena pengalamannya akan ketidaknyamanan efek sampingnya. Ia melaporkan bahwa ia merasa letih dan tidak dapat berhenti melangkah. Ia pada mulanya mengalami pemulihan saat pertama kali menggunakan narkoba dan alkohol. Tapi segera setelah itu ia menemukan bahwa semakin banyak ia menggunakan narkoba dan alkohol semakin paranoid dan menjadi semakin waspada ia jadinya dan gejala-gejalanya kembali menjadi parah. Kekhawatiran Roger akan melukai orang lain dan ketakutan akan dilukai telah mengakibatkan dirinya memiliki rencana untuk bunuh diri. Ia tak mampu untuk mengetahui kaitan antara obat dari dokternya dan narkoba dengan pengendalian gejala dan pemburukan penyakitnya. Roger juga harus berjuang melawan diabetes dan ketidakmapanan gula darah karena kurang gizi dan penggunaan alkohol.

Contoh Kasus 7, Skizoprenia
Edward menghabiskan waktunya sendirian di tempat tidur, jika ia bisa. Sebelum ia sakit, ia menikmati waktunya bersama keluarganya atau bekerja. Kadangkala ia berpikir masalah pekerjaan, dan kadang-kadang ia membuat rencana, namun ia nampaknya tak pernah mencapai tahap wawancara atau kontrak kerja. Saat ia mengunjungi orang tuanya mereka mencoba membujuknya untuk berbicara tentang masalah keluarga atau politik. Edward tak banyak berkata-kata. Walaupun ia menolak dikatakan depresi, dan ia mengungkapkan harapannya akan masa depan, ia hampir-hampir tak pernah tersenyum dan benci untuk membereskan piring sisa makan atau membereskan tempat tidurnya. Psikiater telah menanyainya tentang suara-suara, akan tetapi Edward bersikukuh bahwa ia tak pernah mendengarnya. Saat ia dirawat di rumah sakit untuk pertama kalinya, ia ingat, ia kesulitan untuk mempertahankan jalan pikirannya, dan ia tahu ia bertingkah aneh karena polisi menangkapnya saat ia keluyuran di jalanan ketika mengenakan pakaian menyelam. Tapi Edward tak dapat mengingat kenapa dan nampaknya hal itu bukan lagi merupakan masalah baginya.
Seperti yang telah digambarkan dalam contoh kasus di atas, skizofrenia adalah penyakit mental yang memiliki rentang yang luas. Bahkan beberapa ahli meragukan bahwa penyakit ini adalah gangguan yang tunggal. Fakta bahwa hanya ada satu kata untuk merujuk ke sesuatu penyakit tidaklah berarti bahwa penyakit itu satu (Nancy C. Andreasen. Schizophrenia: from Mind to Molecule. 1994).
Contoh Kasus 8 , Gangguan kepribadian Skizoid
John seorang pensiunan berusia 50tahun, mencari penanganan selama beberapa minggu setelah anjingnya tertabrak dan mati. John merasa sedih dan lelah. Ia menjadi sulit berkonssentrasi dan sulit tidur. Ia tinggal sendiri dan lebih senang sendirian, membatasi kontak dengan orang lain dan hanya mengatakan “halo” dan “apa kabar?” sambil terus berlalu. Ia merasa percakapan social hanya membuang-buang waktu dan merasa canggung bila ada prang lain yang mencoba membina persahabatan dengannya. Meski ia hobi membaca surat kabar dan tetap mengikuti perkembangan dari peristiwa terkini, ia tidak memiliki minat yang nyata terhadap manusia. Ia bekerja sebagai penjaga keamanan dan digambarkan rekan kerjanya sebagai “penyendiri” dan “ikan yang dingin”. Satu-satunya hubungan yang ia miliki adalah dengan anjingnya, kerena ia merasa dapat berbagi perasaan yang lebih sensitif dan lebih hangat daripada ia berbagi dengan orang lain. Saat natal ia akan bertukar kado dengan anjingnya, membeli hadiah untuk anjingnya dan membungkus sebotol scoth untuk dirinya sendiri sebagai hadiah dari binatang tersebut. Satu-satunya peristiwa yang membuatnya sedih adalah saat ia kehilangan anjingnya. Sebaliknya, kehilangan orang tua nya tidak mampu membangkitkan suatu respon emosional. Ia merasa dirinya berbeda dari orang lain dan bingung dengan adanya emosionalitas yang ia lihat pada orang lain.

Contoh Kasus 9, GID
Sybil adalah seorang gadis (berusia 37 tahun-an) yang mengalami perpecahan kepribadian sejak kecil. Setelah seringkali mengalami black out / benar2 lupa atas kejadian yang telah dialami, Sybil pun berobat ke psikiater, Dr Wilbur. Dari sanalah diketahui bahwa didalam tubuh Sybil terdapat 16 “orang” yang lain yang sering “mengambil alih” tubuh Sybil sehingga Sybil mengalami black out. Mereka adalah: Clara, Helen, Marcia, Marjorie, Mary, Mike (laki-laki), Nancy Lou Ann Baldwin, Peggy Ann Baldwin, Peggy Lou Baldwin, Ruthie, Sid (laki-laki), Sybil Ann, Sybil Isabel Dorsett, Vanessa Gaile, Victoria Antoniette Shcarleu (Vicky) dan pribadi terakhir yang tak diketahui namanya.
Semua pribadi yang sama sekali tidak diketahui sybil, seolah-olah merupakan orang lain yang memakai raga sybil dan mereka ‘mengenal’ sybil dengan baik. Personal-personal itu juga memiliki usia yang berbeda-beda, hobi berbeda, Bahkan tingkat keyakinan terhadap agama yang berbeda. Pada saat diskusi dengan Dr. Wilbur, personal-personal itu sering muncul dan menyebabkan sybil bertanya kepada dokter, “apa yang telah saya lakukan?”. Personal-personal itu, dalam dialog dengan Dr Wilbur juga sering merasa kasihan kepada Sybil , yang tidak bisa marah, ceria dan bahkan menangis saat ia seharusnya melakukan sehingga mereka sesekali merasa perlu muncul ke permukaan menggantikan peran Sybil. Masing-masing personal itu benar-benar “menggantikan” peran sybil, sampai kepada hafalan perkalian, kemampuan menyanyi,seni menggambar dlsb sehingga membuat orang2 disekitarnya merasa heran kenapa Sybil yang kemarin begitu hafal perkalian, ceria, tenang dan cerdas dan tanpa sebab mendadak melupakan semuanya dan menjadi seorang pemurung atau seseorang yang pemarah atau bahkan kekanak-kanakan .
Setelah Sybil ,yang kehadirannya diwakili oleh personal yang lain, menjalani psikoanalisa oleh Dr Wilbur, ditemukanlah trigger-trigger mengapa kepribadiannya pecah. Sybil mendapat siksaan yang luar biasa dari sang ibu , yang mengidap schizoprenia, sejak kecil tanpa pencegahan dari sang ayah sedikitpun. Hal itu, secara tidak langsung membuat sybil tidak mampu mengungkapkan kemarahan, kesedihan dan emosinya. Selain itu, nilai2 yang dianut secara ketat oleh orangtua sybil, namun kadang dinafikkan secara vulgar dihadapan sybil juga menjadi salah satu pemicu munculnya personal-personal lain dalam dirinya, personal-personal yang tidak terima akan penerimaan sybil terhadap lingkungan yang menekan dan mengabaikan dirinya.
Akhirnya setelah 11 tahun melakukan psikoanalisa, Dr. Wilbur berusaha menyamakan usia seluruh personal melalui hipnotis dan berusaha meyakinkan sybil untuk memenuhi keinginan-keinginan masing2 personal. Seperti kenyataan bahwa sybil sangat membenci ibunya yang telah menyiksanya, yang dinafikkan oleh Sybil karena norma mengatakan bahwa seorang anak tidak boleh membenci ibunya. Dan Sybil yang sebelumnya tidak bisa marah, tidak bisa menangis pun akhirnya bisa mengungkapkan emosi-emosinya. Hal ini pun berhasil membuat personal-personal lain untuk menerima kondisi sybil, seperti Vicky yang sebelumnya selalu berharap ibunya akan datang menjemputnya dari Paris, akhirnya mengakui bahwa Hattie Dorsett / Ibu Sybil adalah ibunya juga. Perlahan-lahan, trauma-trauma lain dibuka dan pada akhirnya Sybil pun berhasil mengungkapkan emosinya dan berhasil menolak penekanan-penekanan terhadap dirinya. Dan seiring waktu berlalu, semakin banyak personal yang menyatukan diri sebagai Sybil sehingga Sybil pun menjadi Sybil yang satu.

Contoh kasus 10, Phobia Kecoa

Anak saya Kinanty, 9 tahun, sangat takut dengan kecoa, kalau Ia sedang ke dapur dan melihat kecoa ia langsung ngibrit lari dan memanggil mbaaaaaahhhh…ada kecoaaaaaa. Begitupun bila Ia mendapati kecoa di kamar mandi Ia langsung lari. Pengalaman itu membuat Ia takut bila ingin mengambil piring ke dapur atau ke kamar mandi.

Saya coba lakukan tapping pada anak saya terhadap rasa takut pada kecoa. Saya memintanya untuk mengikuti setup word yang saya ucapkan dan memintanya membayangkan kecoa ketika saya tapping. Satu putaran tidak membuat hilang takutnya pada kecoa. Saya ketahui ini ketika saya memintanya untuk membayangkan kecoa dan Ia mengatakan masih takut. Lalu saya coba gali lebih spesifik dengan menanyakan pengalaman dengan kecoa yang pernah Ia alami. Anak saya mengatakan takut bila melihat kecoa terbang. Lalu saya lakukan tapping dengan aspek tersebut. Setelah itu saya meminta Ia membayangkan kembali kecoa yang terbang tapi ia mengatakan masih takut. Saya tanyakan kembali hal apa yang diingat ketika ia takut melihat kecoa, Anak saya mengatakan ia takut dengan sayap kecoa ketika terbang. Lalu saya tapping dengan aspek tersebut. Setelah tapping dengan versi sortcut saya meminta anak saya membanyangkan kembali. Tapi ia masih merasa takut. Kemudian saya mencoba gali kembali pengalaman yang lalu. Kali ini anak saya mengatakan dulu sewaktu ia mencuci piring pernah dihinggapi oleh kecoa. Lalu saya kembali melakukan tapping dengan aspek ini. Setelah saya meminta membayangkan peristiwa itu kembali ia mengatakan kini ia tidak takut lagi pada kecoa. Saya mendapati bukti bahwa anak saya sudah hilang takut pada kecoanya dari laporan ibu saya yang mengatakan bahwa anak saya sudah tidak lari ataupun bereakti ketika ada kecoa di dapur dan kamar mandi.

Contoh kasus 11, Takut pada kegelapan

Seorang pasien menghubungi saya untuk meminta diterapi. Ia mengatakan mengalami rasa takut bila ingin ke kamar mandi. Saya katakan padanya bahwa ia mengalami fear of darkness atau rasa takut di tempat gelap. Ia mengatakan bahwa ia merasa seolah-olah akan diserang oleh seseorang di rumahnya sendiri, terutama ketika ia ingin pergi ke kamar mandi. Ia tidak dapat tidur dan merasa kawatir bila tidur dengan kondisi lampu mati. Dan bila ia ingin ke kamar mandi semua lampu di rumah harus menyala. Atau kalau tidak ia akan memilih untuk tetap di kamar tidurnya dan menjalani malamnya dengan penderitaan. Saya hanya melakukan satu kali sesi dengan empat putaran untuk masalah fear of darknessnya. Saya lakukan tapping pada bebeapa masalah emosional yang menjadi penyebabnya. secara keseluruhan sesi terapi hanya memakan waktu kurang dari satu jam dan kini pasien berani pergi ke kamar mandi kapanpun ia mau tanpa harus menyalakan semua lampu di rumah. Berhati-hatilan dengan segala informasi yang masuk kepada anda, mungkin itu bisa berbentuk iklan atau berita kekerasan di TV, cerita dari seseorang, dll. Karena bila sistim keyakinan anda memecayainya, anda akan mengalami keadaan seperti yang anda takutkan. Hal itu akan membuat anda menderita. Dan akan diperparah lagi bila anda mencoba mengatasi masalah anda dengan obat penenang. Selain anda akan tergantung dengan obat itu, pemakaian jangka panjang akan mengganggu daya ingat anda.


Sabtu, 23 Februari 2013

teory sifat dan faktor eysenck

Diposting oleh Unknown di 08.37 1 komentar

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Teori sifat Dan Faktor (Eysenck)”. Makalah ini saya susun dengan maksud untuk dapat dijadikan pedoman tambahan bagi para mahasiswa. Semoga dapat dijadikan  bahan dalam meningkatkan pengetahuan.
                Isi makalah ini mencakup teori kepribadian dari Hans Eysenck. Kepada para dosen dan teman-teman kami sangat mengharapkan fatwanya dan tegur sapanya untuk perbaikan makalah ini.
Akhir kata, kami mohon maaf atas kesalahan maupun kekurangan yang terdapat pada penulisan makalah ini. Kami  menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari para pembaca. Semoga  makalah ini bermanfaat bagi  kita semua.



                                                                                                       Banda Aceh, 13 Febuari 2013

Penyusun







DAFTAR ISI
Kata pengantar…………………………………………………………………….……       2
Daftar isi……………………………………………………………………………..….      3
BAB I Pendahuluan ……………………………………………………………………      4
A.    Latar Belakang …………………………………………………………………       4
B.     Tujuan ………………………………………………………………………….       4
C.     Rumusan Masalah ………………………………………………………………      4
BAB II Pembahasan……………………………………………………………………       5
A.    Biografi Hans J.Eysenck……………………………………………………….        5
B.     Gambaran teori singkat…………………………………………………………       8
C.     Kritik terhadap teori……………………………………………………………       15
D.    Konsep kemanusiaan………..………………………………………………….       15
E.     Terminology…………………………………………………………………….       17
BAB III Penutup……………………………………………………………………….       18
A.    Kesimpulan……………………………………………………………………..       18
Referensi……………………………………………………………………………….        19






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Setiap orang memiliki karakteristik yang berbeda-beda, jika semua orang memiliki karakteristik yang sama, maka kita dengan mudah mengetahui apa yang akan di perbuat oleh orang tersebut berdasarkan pengalaman yang pernah kita alami. Namun pada kenyataannya setiap orang tidaklah sama, sering kita mengalami kesalahpahaman dengan teman sejawat, teman kampus, bahkan tetangga. Kita terkejut dengan perbuatan mereka yang di luar dugaan, karena biasanya mereka di kenal sebagai seseorang yang alim, sholeh dan masih banyak lagi.
Sehingga, kita membutuhkan sejenis kerangka yang menjadi acuan untuk memahami diri sendiri dan orang lain. Untuk itu kita harus memahami defenisi dari kepribadian, bagaimana kepribadian itu terbentuk, factor apa saja yang mempengaruhi kepribadian, dan lain sebagainya. Sehingga gangguan-gangguan yang muncul pada kepribadian setiap individu bias di hindari.
B.     Tujuan
1.      Menambah wawasan tentang psikologi kepribadian
2.      Memahami psikologi kepribadian
3.      Mengenal teori sifat dan factor Eysenck
4.      Mengetahui konsep psikologi kepribadian eysenck
5.      Menyelesaikan tugas makalah psikologi kepribadian

C.    Pembahasan  
1.      Biografi Hans J.Eysenck
2.      Gambaran teori singkat
3.      Kritik terhadap teori
4.      Konsep kemanusiaan
5.      Terminology

BAB II
PEMBAHASAN

A.    BIOGRAFI HANS J.EYSENCK
Hans Jurgen Eysenck lahir di Berlin, 4 Maret 1916, sebagai anak tunggal suatu keluarga yang dramatis. Ibunya adalah Ruth Werner, seorang bintang pada saat Eysenck lahir. Ayah Eysenck, Anton Eduard Eysenck, adalah seorang comedian, penyanyi, dan actor. Eysenck (1991b) mengingat,”(saya) jarang bertemu dengan orangtua saya, yang bercerai saat saya berumur 4 tahun, dan yang hanya mempunyai sedikit perasaan pada saya, sebuah emosi yang saya kembalikan.”
Setelah perceraian orangtuanya, Eysenck tinggal dengan neneknya dari pihak ibu-yang juga merupakan bagian dari teater, dan kariernya yang cukup cemerlang dalam opera terhenti secara tiba-tiba karena kecelakaan yang melumpuhkannya. Eysenck mendeskripsikan neneknya sebagai seseorang yang “tidak egois, sangat peduli, berjiwa altruistic, dan secara keseluruhan terlalu baik untuk dunia ini”. Walaupun neneknya adalah seorang katholik yang taat, tidak satupun orangtuanya Eysenck yang religious, dan ia tumbuh tanpa mempunyai komitmen religious yang formal (Gibson, 1981).
Eysenck tumbuh dengan sedikit kedisiplinan dari orangtua serta minimnya control yang ketat atas perilakunya. Tidak satupun orangtuanya yang terlihat tertarik dalam membatasi perilaku Eysenck dan neneknya mempunyai sikap yang cukup permisif terhadapnya.
Eysenck menderita depivasi yang dirasakan banyak orang Jerman setelah Perang Dunia I, yang dihadapkan pada besarnya inflasi, pengangguran missal, dan mendekati kelaparan. Masa depan Eysenck tidak terlihat lebih terang ketika Hitler mengambil alih kekuasaan. Sebagai persyaratan untuk tetap mempelajari fisika di University of Berlin, ia diberitahukan bahwa ia harus bergabung dengan polisi rahasia Nazi-sebuah gagasan yang sangat memuakkan sehingga ia memutuskan untuk meninggalkan Jerman.
Sebagai konsekuensi dari rezim tirani Nazi, pada usia 18 tahun, Eysenck meninggalkan Jerman dan kemudian menetap di Inggris serta mencoba untuk masuk ke University of London. Agar dapat diterima di University of London, ia harus lulus ujian masuk, yang dilakukannya setelah belajar selama setahun di sebuah sekolah bisnis. Setelah lulus ujian masuk, kemudian ia masuk ke University of London dengan percaya diri, dan bermaksud untuk mendaftar ke jurusan fisika. Akan tetapi, ia diberitahukan bahwa ia memilih subjek yang salah dalam ujian masuk sehingga tidak dapat mengambil kurikulum fisika. Daripada menunggu untuk mengambil subjek yang benar pada tahun berikutnya, ia pun menanyakan mengenai subjek ilmiah lain yang dapat diikutinya, yangs esuai dengan kualifikasinya. Dan ia pun masuk ke jurusan psikologi karena factor kebetulan. Eysenck menerima gelar sarjana pada tahun 1938, hamper bersamaan dengan waktu ia menikahi Margaret davies, seorang warga negara Kanada yang merupakan sarjana matematika. Pada tahun 1940, ia diberikan gelar Ph.D., dari University of London, namun saat itu Inggris dan kebanyakan Negara-negara Eropa sedang berperang.
Sebagai warga negar Jerman, ia dianggap sebagai musuh asing dan tidak diperbolehkan untuk memasuki angkatan Royal Air Force (pilihan pertamanya) ataupun cabang lain dalam militer. Malah, tanpa pelatihan apa pun sebagai psikiater atau psikolog klinis, ia kemudian bekerja di Mill Hill Emergancy Hospital, merawat pasien yang menderita beragam gejala psikologis, termasuk kecemasan, depresi dan hysteria. Akan tetapi, Eysenck tidak merasa nyaman dengan kategori diagnosis klinis tradisional. Mengguanakan analisis factor, ia menemukan bahwa dua factor utama kepribadian-neurotisme/stabilitas emosionaldan ekstraversi/introversi-dapat menjelaskan hamper keseluruhan kelompok diagnostic tradisional. Gagasan teoretis awal ini kemudian berlanjut pada terbitnya buku pertama Eysenck, Dimension of Personality (Eysenck, 1947).
Setelah perang, ia menjadi direktur departemen psikologi Maudsley Hospital dan kemudian menjadi seorang pengajar psikologi di University of London. Pada tahun 1949, ia berpergian ke Amerika utara untuk menguji program-program psikologi klinis di Amerika Serikat dan Kanada., dengan suatu gagasna untuk membangun profesi psikologi klinis di Inggris. Ia mendapatkan jabatan professor tamu di University of Pennsylvania selama tahun 1949-1950, namun ia menghabiskan banyak waktunya untuk berpergian di Amerika serikat dan Kanada, melihat program-program psikologi klinis yang kemudian dianggapnya sama sekali tidak adekuat dan tidak ilmiah (Eysenck, 1980, 1997b).
Hubungan antara eysenck dan istrinya mulai renggang, dan pernikahannya tidak membaik saat teman berpergiannya adalah Sybil Rostal, seorang psikolog kuantitattif yang cantik. Saat kembali ke inggris, Eysenck bercerai dengai istri pertamanya dan kemudian menikahi Sybil. Hans dan Sybil Eysenck menjadi rekan penulis dalam beberapa terbitan, dan pernikahan mereka membuahkan tiga orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Putra Eysenck dari pernikahannya yang pertama, Michael, adalah seorang penulis artikel dan buku-buku psikologi yang telah diketahui tentang kepribadian manusia. Eysenck mungkin merupakan penulis yang paling produktif dalam sejarah psikologi, dengan menerbitkan sekitar 800 artikel jurnal atau bab dalam buku dan lebih dari 75 buku.
            Pada tahun 1983, eysenck pension sebagai professor psikologi di Institute of Psychiatry, University of London, dan sebagai psikiater senior di Maudsley and Bethlrhrm Royal hospital. Ia kemudian meneruskan untuk menjadi professor di University of London sampai kematiaannya karna kanker pada 4 september 1997.
            Selama beberapa tahun kemudian, penelitiannya berlanjut dan merefleksikkan beragam topic, termasuk kreativitas (Eysenck, 1993, 1995; Frois & Eysenck 1995), intervensi perilaku pada kanker dan penyakit jantung (Eysenck, 1991d, 1996; Eysenck &Grossarth-Maticek, 1991) dan intelegensi (Eysenck, 1998a). Dan Eysenck juga mendapatkan banyak penghargaan.







B.     GAMBARAN TEORI SIFAT DAN FAKTOR (EYSENCK)

1)      Teori faktor eysenck      
Teori kepribadian dari hans Eysenck mempunyai komponen biologis dan psikometri yang kuat. Akan tetapi, Eysenck berargumen bahwa kecanggihan psikometri saja tidak cukup untuk mengukur struktur kepribadian manusia dan dimensi kepribadian yang didapatkan dari metode analisis faktor yang bersifat steril dan tidak bermakna, kecuali jika sudah terbukti mempunyai suatu ekstensi biologis.

2)      Kriteria dalam mengidentifi suatu faktor
            Dengan asumsi tersebut, eysenck membuat daftar empat kriteria dalam mengidentifikasikan suatu faktor, yaitu:
1.                  Bukti psikometrik untuk eksistensi factor harus ditentukan. Kesimpulan dari kriteria ini adalah bahwa faktor harus reliable dan dapat direplikasi. Peneliti lainnya, dari laboratorium terpisah, juga harus dapat menemukan faktor tersebut, dan secara konsisten mengidentifikasikan ekstraversi, neurotisme, dan psikotik yang ditemukan oleh Eysenck.
2.                  Faktor harus mempunyai keterwarisan (herbility) dan harus sesuai dengan model genetis yang sudah dikenal sebelumnya. Kriteria ini mengeliminasi karakteristik yang dipelajari, seperti kemampuan untuk mengimitasi suara-suara dari orang-orang terkenal atau keyakinan agama ataupun politik.
3.                  Faktor harus masuk akal saat dipandang dari segi teorretia. Eysenck menggunakan metode deduktif dalam melakukan investigasi, dimulai dengan satu teori, kemudian mengumpulkan data yang konsisten secara logis dengan teori tersebut.
4.                  Untuk eksistensi suatu faktor adalah bahwa faktor harus mempunyai relevansi sosial, yaitu harus ditunjukkan bahwa factor yang didapatkan secara matematika harus mempunyai hubungan (tidak harus hubungan kasual) dengan variabel sosial yang relevan, seperti kecanduan obat-obatan, kerentanan akan cedera yang tidak disengaja, performa cemerlang dalam olahraga, perilaku psikotik, kriminalitas, dan lain-lain.

3)      Hierarki organisasi perilaku
Eysenck mengenali suatu hierarki empat level dalam pengorganisasian perilaku, yaitu:
1.                  Level terendah adalah kognisi atau tindakan spesifik, perilaku atau pikiran individual yang mungkin ataupun tidak merupakan karakteristik dari seseorang. Seorang murid yang menyelesaikan tugas membaca merupakan salah satu contoh dari respons spesifik.
2.                  Level kedua adalah tindakan atau kognisi yang umum, yaitu respon yang terjadi secara berulang dalam kondisi yang serupa. Sebagai contoh, apabila seorang murid sering bertahan dengan suatu tugas sampai suatu tugas itu selesai, maka perilaku ini dapat menjadi respons yang umum. Kebalikan dari respons spesifik, respons yang umum harus cukup reliable atau konsisten.
3.                  Level ketiga, beberapa respon umum yang saling berhubungan akan membentuk suatu sifat. Eysenck mendefinisikan sifat sebagai “disposisi kepribadian yang penting dan semipermanen”. Sebagai contoh, murid akan mempunyai sifat tekun apabila mereka biasanya menyelesaikan tugas kelas dan terus bekerja pada tugas-tugas lain sampai benar benar selesai.
4.                  Level keempat, yaitu tipe atau superfaktor. Suatu tipe terdiri dari beberapa sifat yang saling berkaitan. Sebagai contoh, ketekunan dapat berkaitan dengan inferioritas, penyesuaian emosional yang buruk, sifat pemalu secara sosial, dan beberapa sifat lainnya, yang kesemuanya dapat membentuk tipe introversi.




4)      Dimensi kepribadian



            Tiga dimensi kepribadian Eysenck adalah Ekstraversi (E), Neurotisme (N), dan Psikotik (P). Gambar dibawah ini menunjukkan struktur hierarki dari superfaktor P,E, dan N yang digagas Eysenck.


            Eysenck berargumen bahwa setiap faktor memenuhi empat kriteria yang ia berikan untuk mengidentifikasikan dimensi kepribadian.
            Pertama, bukti psikometrik yang kuat harus ada dalam setiap faktor, terutama faktor E dan N. Faktor P mencul belakangan dalam studi yang dilakukan Eysenck, namun tidak terlalu diperhatikan dengan serius oleh peneliti lain sampai pada pertengahan tahun 1990-an.
            Kedua, Eysenck berargumen bahwa dasar biologis yang kuat terdapat dalam masing-masing superfaktor tersebut.
            Ketiga, tiga dimensi kepribadian Eysenck masuk akal secara teoretis. Carl Jung dan yang lainnya telah melihat efek yang berpengaruh dari perilaku ekstraversi dan introversi (faktor E), dan Sigmund freud menekankan pentingnya kecemasan (faktor N) dalam pembentukan perilaku. Selain itu, psikotik (faktor P) selaras dengan para pakar teori seperti Abraham Maslow, yang menggegas bahwa kesehatan psikologis mencakup dari aktualisasi diri 9skor P rendah) sampai skozofrenia dan psikosis (skor P tinggi).
            Keempat, Eysenck berulang kali memperlihatkan bahwa ketiga faktor berkaitan dengan isu sosial, seperti penggunaan obat obatan terlarang, perilaku seksual, kriminalitas, mencegah kanker dan penyakit jantung, serta kreativitas.

Ekstraversi
            Konsep yang dimiliki Eysenck mengenai ekstraversi dan introversi lebih dekat dengan penggunaan popular dari kedua istilah ini.  Orang-orang ekstrover mempunyai karakteristik utama, yaitu kemampuan bersosialisasi dan sifat impulsif, senang bercanda, penuh gairah, cepat dalam berpikir, optimis, serta sifat-sifat lain yang mengindikasikan orang-orang yang menghargai hubungan mereka dengan orang lain.
            Orang-orang introvert mempunyai karakteristik sifat-sifat yang berkebalikan dari mereka yang ekstrover. Mereka dapat dideskripsikan sebagai pendiam, pasif, tidak terlalu bersosialisasi, hati-hati, tertutup, penuh perhatian, pesimistis, damai, tenang, dan terkontrol. Akan tetapi, menurut Eysenck, perbedaan paling mendasar antara ekstraversi dan introversi bukan terletak pada perilaku, melainkan pada sifat dasar biologis dan genetiknya.
            Eysenck yakin bahwa penyebab utama perbedaan antara orang ekstrover dan introvert adalah tingkat rangsangan kortikal-suatu kondisi fisiologis yang sebagian besar diwariskan secara genetic daripada dipelajari.oleh karena orang ekstrover mempunyai tingkat rangsangan kortikal yang lebih rendah daripada yang introvert, mereka mempunyai ambang sensoris yang lebih tinggi sehingga akan bereaksi lebih sedikit pada stimulus sensoris. Sebaliknya, orang-orang introvert mempunyai karakteristik berupa tingkat rangsangan kortikal yang lebih tinggi, sehingga mempunyai ambang sensoris yang lebih rendah dan mengalami reaksi yang lebih banyak pada stimulus sensoris.

Neurotisme
            Seperti ekstraversi-introversi, neurotisisme-kestabilan mempunyai komponen hereditas yang kuat. Eysenck menyatakan bahwa beberapa penelitian yang menemukan bukti dasar genetik dari trait neurotik, seperti gangguan kecemasan, histeria, dan obsesif- kompulsif. Juga ada keseragaman antara orang kembar-identik lebih dari kembar- fraternal dalam hal jumlah tingkah laku antisosial dan asosial seperti kejahatan orang dewasa, tingkah laku menyimpang pada anak-anak, homoseksualitas, dan alkoholisme.
            Orang-orang yang mempunyai skor tinggi dalam neurotisme mempunyai kecenderungan untuk bereaksi berlebihan secara emosional, dan mempunyai kesulitan untuk kembali ke kondisi normal setelah tersimulasi secara emosional. Mereka sering mengeluhkan gejala-gejala fisik, seperti sakit kepala dan sakit punggung, serta mempunyai masalah psikologis yang kabur, seperti kekhawatiran dan kecemasan.Akan tetapi, neurotisme tidak selalu mengindikasikan suatu neurosis dalam artian tradisional dari istilah tersebut. Orang dapat saja mempunyai skor tinggi dlam neurotisme, tetapi terbebas dari gejala psikologis yang bersifat menghambat.
            Neurotisme dapat dikombinasikan dengan titik-titik yang berbeda-beda dalam skala ekstravers, tidak ada satu sindrom yang dapat mendefinisikan perilaku neurotis.Teknik analisis factor Eysenck mengasumsikan indepedensi factor-faktor, yaitu bahwa skala neurotisme mempunyai sudut siku-siku dengan skala ekstraversi (mengindikasikan kolerasi nol). Oleh karna itu, beberapa orang dapat mempunyai skor yang tinggi dalam skala N, tetapi menunjukkan gejala-gejala yang berbeda, bergantung pada derajat ekstraversi atau introversi mereka.
 
Dari gambar diatas memperlihatkan kutub ekstraversi/introversi yang tidak kolerasi (kolerasi nol) dengan kutub neurotisme/stabilitas. Pertimbangan orang A,B dan C mempunyai skor yang tinggi dalam skala neurotisme, tetapi mempresentasikan tiga titik yang yang berbeda dalam skala ekstraversi. Orang A, seorang neurotik yang introvert, memiliki karakteristik kecemasan, depresi, fobia, dan gejala-gejala pbsesif-kompulsif; orang B yang tinggi neurotismenya, tetapi hanya memiliki ekstraversi yang rata rata, sering memiliki karakteristik yang histeria (gangguan neurotisme yang diasosiasikan dengan ketidakstabilan emosi) sugestif, dan gejala-gejala somatic; orang C, seorang neurotik yang ekstrover, mungkin akan menampilkan kualitas psikopatik seperti kriminalitas atau kecenderungan untuk membangkang. Selain itu, pertimbangan orang A,D, dan E yang sama-sama introvert, tetapi dengan tiga tingkatan yang berbeda dalam stabilitas emosional dan orang E berada dalam titik ekstrem dalam introversi maupun kestabilasn psikologis.

 Psikotik
            Teori awal Eysenck mengenal kepribadian didasrai oleh dua dimensi kepribadian- ekstraversi dan neurotisme. Setelah beberapa tahun merujuk psikotik (P) secara tidak langsung sebagai faktor independen kepribadian, Eysenck akhirnya menaikkannya ke posisi yang setara dengan E dan N.
            Seperti ekstraversi dan neurotisme, P adalah faktor yang bersifat bipolar, dengan psikotik dalam satu kutub dan superego dalam kutub yang lainnya. Orang dengan skor P tinggi biasanya egosentris, dingin, tidak mudah menyesuaikan diri, impulsif, kejam, agresif, curiga, psikopatik, dan antisosial. Orang dengan skor psikopatik yang rendah (yang mengarah pada fungsi superego) cenderung bersifat altruis, mudah bersosialisasi, empati, peduli, kooperatif, mudah menyesuaikan diri, dan konvensional.
            Eysenck memiliki hipotesis bahwa orang-orang yang memiliki skor psikotik yang tinggi mempunyai “predisposisi untuk menyerah pada stres dan mempunyai penyakit psikotok” yang tinggi. Model diatesis-stres ini mengidendikasikan bahwa orang-orang yang mempunyai skor P yang tinggi, secara genetis lebih rentan terhadap stres dari pada yang mempunyai skor P yang rendah. Pada periode stres yang rendah, orang dengan skor P tinggi masih dapat berfungsi dengan normal, tetapi saat tingkat psikotik yang tinggi berinteraksi dengan kadar stres yang juga tinggi, orang tersebut menjadi lebih rentan terhadap gangguan psikotik. Sebaliknya, orang dengan skor P rendah tidak terlalu rentan pada psikosis yang berhubungan dengan stres, dan mungkin tidak akan mengalami kehancuran secara psikotik pada periode stres yang ekstrem. Menurut Eysenck, semakin tinggi skor psikotik, semakin rendah kadar stres yang dibutuhkan untuk menimbulkan reaksi psikotik.
Dengan demikian, pandangan Eysenck terhadap kepribadian memperbolehkan setiap orang untuk diukur dalam tiga faktor yang independen, dan skor yang dihasilkan akan dipetakan pada ruang dengan tiga koordinat. Sebagai contoh, orang F pada gambar dibawah memiliki skor yang cukup tinggi pada superego, tinggi pada ekstraversi, dan berada mendekati titik tengah pada skala neurotisme/stabilitas. Dalam bentuk yang serupa, skor dari masing-masing orang dapat di dalam ruang tiga dimensi.

5)      Mengukur Kepribadian
            Eysenck mngembangkan empat inventori kepribadian yang mengukur superfaktor yang digagasnya, yaitu:
a.       Maudsley Personality Inventory (MPI), inventori ini hanya mengkaji E dan N, serta menghasilkan beberapa kolerasi dari kedua faktor tersebut.
b.      Eysenck Personality Inventory (EPI). Alat tes EPI ini memiliki skala kebohongan, untuk mendeteksi kepura-puraan, tetapi yang penting tes tersebut mengukur ekstraversi dan neurotisme secara independen, dengan kolerasi yang hampir 0 antara E dan N.
c.       Eysenck Personality Questionnaire (EPQ), yang memasukkan skala psikotik (P). Alat tes EPQ yang mempunyai versi dewasa maupun anak-anak, adalah revisi dari EPI yang sampai sekarang masih juga diterbitkan.
d.      Eysenck Personality Questionnaire-Revised, revisi dari EPQ. Muncu dari kritik terhadap adanya skala P dalam EPQ.






6)      Dasar Biologis Kepribadian


C.    KRITIK TERHADAP TEORI
   Teori trait faktor dari Eysenck merupakan contoh penelitian kepribadian dengan pendekatan yang sangat empiris. Teori itu di kembangkan melalui pengumpulan data dari responden yang jumlahnya sangat besar, mengkorelasikan skor-skor yang di peroleh, dilakukan analisis faktor terhadap matriks korelasinya, dan memakai simpulan faktornya sebagai aspek penting dalam psikologi. Dengan kata lain, teori factor mendasarkan diri kepada psikometrik alih-alih penilaian klinik. Beberapa pakar, pada dasarnya telah menyadari dan meyakini adanya hubungan antara kepribadian dengan system neurologis manusia.
   Kritik utama terhadap Eysenck adalah teorinya terlalu sempit. Teori itu hanya membahas tiga dimensi kepribadian dan hubungannya dengan biologi-saraf, tanpa menyinggung topic-topik yang menjadi pusat perhatian pakar psikologi pada umumnya, seperti motivasi, drives, kemauan dan impuls. Eysenck menyinggung perkembangan kecemasan tetapi tidak membahas perkembangan itu secara luas.

D.    KONSEP KEMANUSIAAN
Eysenck yakin manusia bukan hanya memiliki kesadaran, tetapi juga ketidaksadaran. Manusia juga sanggup mengevaluasi performa mereka sendiri dan mengubah sikap, temparamen, kebutuhan, minat dan perilaku agar bisa dipercaya. Eysenck juga menekankan faktor genetik kepribadian dimana mereka yakin kalau sifat dan faktor diwariskan dan memiliki komponen genetik dan biologis yang kuat. Karena itu  teori sifat dan faktor sangat rendah dalam pengaruh sosialnya. Menurut Eysenck, diatas segalanya adalah manusia, karena itu teori sifat lebih kepada perbedaan individu dari pada kemiripan manusia.
Konsep kemanusiaan di lihat dari segi struktur, kepribadian merujuk kepada aspek tetap dari kepribadian. Seseorang memiliki kualitas psikologis yang bertahan dari hari ke hari dan dari tahun ke tahun. Kualitas tetap yang mendefinisikan individu dan membedakan individu yang satu dengan yang lain ini disebut struktur kepribadian. Dalam kerangka ini, struktur tersebut dapat dibandingkan dengan bagian tubuh, atau dengan konsep seperti atom dan molekul dalam fisika. Mereka merepresentasikan dasar-dasar teori kepribadian. Unit Analisis berbagai teori dapat dibandingkan dalam istilah konsep struktural yang mereka gunakan untuk menjawab pertanyaan apa, bagaimana, dan mengapa yang berkaitan dengan kepribadian. Berbagai tipe konsep struktural telah dikembangkan oleh teoretikus kepribadian yang berbeda untuk mengkonseptualisasikan kualitas tetap dari kepribadian.Dengan kata lain, teori kepribadian yang berbeda menampilkan variabel dasar yang berbeda, atau unit analisis yang berbeda. Tiap unit analisis yang berbeda bisa jadi “benar” menurut caranya sendiri. Bahkan tiap tipe tersebut bisa jadi memberikan tipe informasi yang berbeda tentang sebuah objek. Sebagai contoh, pada saat ini Anda mungkin sedang duduk di kursi. Kursi tersebut dideskripsikan dapat menanggung beban sebesar X kg, berharga Y rupiah, sebagai “kualitas baik”. Tiap unit analisis ini – kg, rupiah, dan tingkat “kualitas baik” memberitahukan sesuatu tentang kursi tersebut. Berbagai hal yang mereka sampaikan kepada kita mungkin berhubungan secara sistematis; kursi yang buruk akan berharga lebih murah dan hanya mampu menanggung beban yang lebih ringan.
Akan tetapi, unit analisis adalah sesuatu yang berbeda secara konseptual. Senada dengan hal tersebut, berbagai teori kepribadian yang berbeda menggunakan unit analisis yang berbeda secara konseptual untuk mengkonseptualisasi struktur kepribadian. Salah satu unit analisis yang kerap digunakan untuk mendeskripsikan struktur kepribadian adalah sifat atau ciri kepribadian (personality trait). Susunan sifat merujuk kepada konsistensi respons individual kepada berbagai situasi. Seseorang yang secara konsisten bertindak dengan cara yang kita sebut teliti (conscientious) dapat dikatakan memiliki sifat teliti (conscientiousness). Dengan cara ini, sifat membentuk konsep yang digunakan orang awam untuk mendeskripsikan orang.
E.     TERMINOLOGY
·         Teori sifat dan factor mengenai kepribadian didasarkan kepada analisi-faktor , sebuah prosedur yang berasumsi kalau sifat manusia dapat diukur .
·         Eysenck menggunakan pendekatan deduktif-hipotetis untuk merumuskan tiga factor bipolar-ekstraversi / introversi , neurotisme /stabilitas ,dan psikotisme / superego.
·         Eysenck menengaskan kalau kepribadian harus sanggup memprediksi perilak, dan dia memberikan contoh jelas untuk mendukung teori tiga faktornya.
·         Teori Eysenck menyimpulkan bahwa ia menyakini manusia itu bukan hanya kesadarannya saja , tetapi juga manusia memiliki ketidaksadaran.
·         Eysenck sangat menekanka factor genetic pada kepribadian manusia itu sendiri yang berkaitan dengan sifat dan factor pewarisan gen dan memiliki komponen genetik-biologis yang sangat kuat.
·         Teori lima factor lebih mendukung rotasi ortogonal (orthogonal rotation) yang selalu bergerak ke kanan satu sama laen.
·         Analisis factor mencoba memahami teori sifat dan factor kepribadian yang merupakan metode bersifat steril .
·         Tujuan metode pengukuran kepribadian untuk membuktikan kalau ini memiliki eksistensi biologis.








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hans Jurgen Eysenck yang lahir di Berlin, 4 Maret 1916 berargumen bahwa kecanggihan psikometri saja tidak cukup untuk mengukur struktur kepribadian manusian dan dimensi kepribadian yang didapatkan dari metode analisis faktor yang bersifat steril dan tidak bermakna, kecuali jika sudah terbukti mempunyai suatu ekstensi biologis.
Eysenck membuat daftar empat kriteria dalam mengidentifikasikan suatu factor, yaitu:
1.   Bukti psikometrik
2.   Faktor harus mempunyai keterwarisan (herbility) dan harus sesuai dengan model genetis yang sudah dikenal sebelumnya
3.   Faktor harus masuk akal saat dipandang dari segi teorretia
4.   Untuk eksistensi suatu faktor adalah bahwa faktor harus mempunyai relevansi social
Eysenck mengenali suatu hierarki empat level dalam pengorganisasian perilaku, yaitu:
1.   Level terendah adalah kognisi atau tindakan spesifik
2.   Level kedua adalah tindakan atau kognisi yang umum
3.   Level ketiga, beberapa respon umum yang saling berhubungan akan membentuk suatu sifat
4.   Level keempat, yaitu tipe atau superfaktor
Tiga dimensi kepribadian Eysenck adalah Ekstraversi (E), Neurotisme (N), dan Psikotik (P).
Pandangan Eysenck terhadap kepribadian memperbolehkan setiap orang untuk diukur dalam tiga faktor yang independen, dan skor yang dihasilkan akan dipetakan pada ruang dengan tiga koordinat


Eysenck mngembangkan empat inventori kepribadian yang mengukur superfaktor yang digagasnya, yaitu:
e.       Maudsley Personality Inventory (MPI), inventori ini hanya mengkaji E dan N, serta menghasilkan beberapa kolerasi dari kedua faktor tersebut.
f.       Eysenck Personality Inventory (EPI). Alat tes EPI ini memiliki skala kebohongan, untuk mendeteksi kepura-puraan, tetapi yang penting tes tersebut mengukur ekstraversi dan neurotisme secara independen, dengan kolerasi yang hampir 0 antara E dan N.
g.      Eysenck Personality Questionnaire (EPQ), yang memasukkan skala psikotik (P). Alat tes EPQ yang mempunyai versi dewasa maupun anak-anak, adalah revisi dari EPI yang sampai sekarang masih juga diterbitkan.
h.      Eysenck Personality Questionnaire-Revised, revisi dari EPQ. Muncu dari kritik terhadap adanya skala P dalam EPQ.













REFERENSI
Feist, Jess & Gregory J,Feist.2010.Teori Kepribadian Theories Of Personality.Jakarta: Salemba Humanika

 

psikologiku Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea