Senin, 31 Desember 2012

Diposting oleh Unknown di 23.39 0 komentar
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”REFLEKSI SENSASI DAN PERSEPSI”. Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca












DAFTAR ISI
Kata pengantar...................................................................................................................................2
Daftar isi.............................................................................................................................................3
BAB I Pendahuluan..............................................................................................................................4
A.    Latar belakang........................................................................................................................4
B.    Tujuan....................................................................................................................................4
C.    Rumusan masalah...................................................................................................................4
BAB II Pembahasan.............................................................................................................................5
A.    Sensasi dan persepsi...............................................................................................................5
B.    Refleksi sensasi dan persepsi..................................................................................................
BAB III Penutup...................................................................................................................................8
•    Kesimpulan.............................................................................................................................8
Daftar pustaka....................................................................................................................................9






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Sensasi adalah proses menangkap stimuli dan tahap paling awal dalam penerimaan informasi sedangkan persepsi adalah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain persepsi mengubah sensasi menjadi informasi.pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera termasuk kedalam sensasi. Sedangkan suatu proses aktif timbulnya kesadaran dengan segera terhadap suatu obyek yang merupakan faktor internal serta eksternal individu meliputi keberadaan objek, kejadian dan orang lain melalui pemberian nilai terhadap objek tersebut termasuk kedalam persepsi. Sejumlah informasi dari luar mungkin tidak disadari, dihilangkan atau disalahartikan. Mekanisme penginderaan manusia yang kurang sempurna merupakan salah satu sumber kesalahan persepsi. Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari sensasi dan persepsi ?
2.      Bagaimana proses terjadinya sensasi dan persepsi ?
3.      Apa sajakah Perpedaan dari sensasi dan persepsi ?
5.      Bagaimana aplikasi sensasi dan persepsi ?                 

C.     Tujuan
•    Mengetahui secara global tentang sensasi dan persepsi dilihat dari segi sosial, psikologi maupun yang lainya.
•    mengetahui proses terjadinya sensasi dan persepsi
•      mengetahui aplikasi sensasi dan persepsi       
•    Untuk menyelesaikan tugas psikologi umum
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sensasi dan Persepsi

Sensasi sebagai alat penerima sejumlah rangsang yang akan diteruskan ke otak. Sedangkan persepsi merupakan fungsi yang dimulai dari proses sensasi, tetapi diteruskan dengan proses mengelompokkan, mengartikan, dan mengaitkan beberapa rangsang sekaligus.

Dengan begitu, proses persepsi pun lebih rumit daripada proses sensasi, karena proses ini melibatkan pemahaman dan penginterpretasian sekaligus.

Dalam ungkapan lain disebutkan, “Sensasi ialah penerimaan stimulus lewat alat indra, sedangkan persepsi adalah menafisrkan stimulus yang telah ada di dalam otak”.

Untuk membedakan yang dimaksud sensasi dan persepsi secara lebih jelas, kita bisa membandingkatn potret sebuah pemandangan dengan lukisan pemandangan. Potret itu berupa pemandangan sebagaimana yang diterima alat indra, sedangkan lukisan pemandangan bergantung pada interpretasinya pelukis. Dengan perkataan lain, mata “menerima”, sedangkan pikiran “memersepsi”.
•    Pengertian sensasi
    Sensasi adalah tahap pertama stimuli mengenai indra kita. Sensasi berasal dari kata “sense” yang artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. Menurut Dennis Coon, “Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal. Simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera.” 
•    Pengertian persepsi
    Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Sensasi adalah bagian dari persepsi. Persepsi, seperti juga sensasi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor lainnya yang memengaruhi persepsi, yakni perhatian.
B.    Refleksi dari Sensasi dan Persepsi

•    Refleksi sensasi
Ketika seseorang melihat (menggunakan indera visual, yaitu mata) sebuah benda berwarna merah, maka ada gelombang cahaya dari benda itu yang ditangkap oleh organ mata, lalu diproses dan ditransformasikan menjadi sinyal-sinyal di otak, yang kemudian diinterpretasikan sebagai “warna merah”.
Kapasitas Sensasi dipengaruhi oleh :
1.    Genetik. Ex : orangtua memiliki phobia atau trauma suatu hal tertentu, bisa jadi si anak akan memiliki phobia yang sama dengan ibunya.
2.    Usia.  Ex : Kemampuan membaca pada anak muda dan orang yang lebih tua berbeda, hal ini karena penglihatan orang  tua telah berkurang – penglihatan anak muda lebih jelas.
3.    Jenis kelamin. Ex : Lali-laki lebih peka warna biru/yang lebih gelap sedang perempuan warna pink atau yang mencolok.
4.    Pengalaman pribadi, dan
5.    Lingkungan
Sensasi sendiri juga memiliki beberapa karakter yaitu : taste (lidah), visual (mata), tactil dan smell (bau)
•    Refleksi persepsi
Persepsi [perception] merupakan konsep yang sangat penting dalam psikologi, kalau bukan dikatakan yang paling penting. Melalui persepsilah manusia memandang dunianya. Apakah dunia terlihat “berwarna” cerah, pucat, atau hitam, semuanya adalah persepsi manusia yang bersangkutan Persepsi harus dibedakan dengan sensasi [sensation]. Yang terakhir ini merupakan fungsi fisiologis, dan lebih banyak tergantung pada kematangan dan berfungsinya organ-organ sensoris. Sensasi meliputi fungsi visual, audio, penciuman dan pengecapan, serta perabaan, keseimbangan dan kendali gerak. Kesemuanya inilah yang sering disebut indera.
Jadi dapat disimpulkan Sensasi adalah proses manusia dalam dalam menerima informasi sensoris [energi fisik dari lingkungan] melalui penginderaan dan Persepsi adalah menerjemahkan informasi tersebut menjadi sinyal-sinyal neural yang bermakna. Contohnya : Si A biasa saja melihat  warna merah dan si B merasa ‘wah’ ketika melihat warna merah. Pada dasarnya mereka menerima sensasi yang sama yaitu merah, tapi berbeda dalam mempersepsikannya.
Hal-Hal yang mempengaruhi persepsi antara lain :
1.    Selektif
2.    Stimulus. Ex : stimulus yang bergerak dan cerah lebih menarik perhatian anak-anak.
3.    Nilai dan kebutuhan. Ex : Orang yang haus dan lapar dengan orang yang kenyang akan berbeda persepsi ketika melihat makanan dan minuman. Orang yang kenyang mungkin akan biasa saja tapi bagi orang yang haus dan lapar akan menjadi luar biasa, bahkan bisa sampai mengeluartkan air liurnya.
4.    Pengalaman sebelumnya. Ex :Seseorang makan rujak dengan 5 cabe dan ia sangat kepedasan. Untuk selanjutnya ia hanya akan menggunakan  kurang dari 5 cabe ketika ia hendak membuat atau memakan rujak lagi.
Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi persepsi :
a.    Emosi
Emosi akan mempengaruhi seseorang dalam menerima dan mengolah informasi pada suatu saat, karena sebagian energi dan perhatiannya [menjadi figure] adalah emosinya tersebut.
b.    Impresi
Stimulus yang  menonjo/diawal, akan lebih dahulu mempengaruhi persepsi seseorang.  Misal ketika seseorang pertama kali memperkenalkan diri dengan sopan dan penampilannya menarik, maka akan lebih mudah mempresentasikannya dengan positif.
c.    Konteks
Konteks bisa secara sosial, budaya atau lingkungan fisik. Dua orang  dengan latar belakang budaya berbeda, Si A terbiasa dengan nada berbicara yang halus sementara Si B terbiasa dengan nada bicara keras. Ketika Si A mendengarkan si B berbicara bisa jadi ia kan memaknai kalau Si B marah, padahal hal itu bagi si B biasa saja.
d.    Visual System
Visual sistem memiliki stimulus cahaya.
Visual reseptornya ada 2, yaitu :
•    Rods (batang), berperan melihat cahaya malam (periperal).
•    Cones (kerucut), berperan melihat cahaya siang atau warna




Contoh Kasus
Diawal awal Siska berada di Surabaya, ia pernah mengalami suatu kejadian yang bisa di bilang tidak mengenakan sekaligus lucu secara bersamaan.
Ia mendengar suara beberapa orang yang saling berbicara dengan keras dan menurutnya agak kasar. Bahkan sesekali ia mendengar kata-kata yang bagi orang jawa di tempat asalnya adalah kotor. Ia pun jadi penasaran dan bermaksud melihatnya. Ia agak terkejut ketika yang dijumpainya di luar justru orang yang saling tertawa-tawa, bukan yang yang seperti ia pikirkan yaitu sedang bertengkar.
Ia lalu bertanya pada ibu kostnya dan malah ditertawakan. Menurut ibu kos itu sudah hal biasa dan memang logat orang surabaya. Setelah tinggal beberapa waktu, ternyata benar yang ibu kostnya katakan. Kebanyakan orang Surabaya gaya bicaranya memang demikian.
Analisis
Sensasi yang terjadi berupa indra pendengaran Persepsi dari kasus di atas  adalah ia tidak terbiasa dengan nada bicara keras.yang terjadi pada Siska di pengaruhi oleh faktor psikologi yaitu konteka (Konteks bisa secara sosial, budaya atau lingkungan fisik.). Di tempat asalnya di Solo Siska terbiasa dengan bahasa jawa yang halus dan tidak terbiasa dengan di Surabaya yang keras.









BAB III
PENUTUP
•    Kesimpulan
Proses penginderaan berlangsung setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat indera, yaitu melalui mata sebagai alat penglihatan, telinga sebagai alat pendengar, hidung sebagai alat pembau, lidah sebagai alat pengecapan, kulit pada telapak tangan sebagai alat perabaan. Persepsi stimulus dapat datang dari luar, tetapi juga dapat datang dalam diri individu sendiri. Tetapi sebagian besar stimulus datang dari luar individu yang bersangkutan. Karena persepsi merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu, maka apa yang ada dalam diri individu akan aktif dalam persepsi.serta dapat dikemukakan karena perasaan, sedangkan sensasi dapat ditemukan pada waktu proses menagkapnya stimulin.
Sensasi merupakan pendeteksi energy fisik yang di hasilkan atau di pantulkan oleh benda-benda fisik, sel-sel tubuh yang melakukan pendeteksi ini, organ inderawi ( mata, telinga, hidung, kulit dan jaringan tubuh ) proses penginderaan menyadarkan kita akan adanya suara, warna, bentuk dan elemen kesadaran yang lain. Tanpa sensasi kita tidak dapat menyentuh dalam arti sesungguhnya dunia nyata. Tapi untuk membuat dunia yang mendera indera kita menjadi sesuatu yang masuk akal.
proses sensasi dan presepsi itu berbeda. Dalam ungkapan lain disebutkan,”sensasi ialah penerimaan stimulus lewat alat indra, sedangkan persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada didalam otak”. Meskipun alat untuk menerima stimulus itu serupa pada setiap individu, interpretasinya berbeda. Persepsi dipengaruhi oleh pengetahuan, hipotesis, dan prasangka-prasangka serta sinyal-sinyal sersorik, misalnya: Ilusi.



DAFTAR PUSTAKA
http://rara-anindhieta.blogspot.com/2012/04/sensasi-dan-persepsi-pada-manusia.html
http://cuterz-cha.blogspot.com/2011/08/sensasi-persepsi.html
http://edukasi.kompasiana.com/2012/12/29/refleksi-dari-sensasi-dan-persepsi-520750.html
http://vanmumul.blogspot.com/


psikologi lingkungan

Diposting oleh Unknown di 23.37 0 komentar
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”PSIKOLOGI LINGKUNGAN DAN TEORI-TEORI”. Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca















DAFTAR ISI
Kata pengantar...................................................................................................................................2
Daftar isi.............................................................................................................................................3
BAB I Pendahuluan................................................................................................................................4
A.    Latar belakang........................................................................................................................4
B.    Tujuan....................................................................................................................................4
C.    Rumusan masalah...................................................................................................................4
BAB II Pembahasan.............................................................................................................................5
A.    Defenisi psikologi lingkungan..................................................................................................5
B.    Ruang lingkup psikologi lingkungan.........................................................................................5
C.    Ambient Condition & Architectural Features..........................................................................6
D.    Sejarah psikologi lingkungan...................................................................................................6
BAB III Penutup..................................................................................................................................9
    Kesimpulan............................................................................................................................9
Daftar pustaka...................................................................................................................................10










BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Diperkenalkannya  Field Theory oleh Kurt lewin yang menjadi salah satu langkah awal dari teori yang mempertimbangkan interaksi antara lingkungan dengan manusia. Terdapat istilah lain yang mendahului istilah Psikologi Lingkungan antara lain Ekologi Psikologi yang berkembang tahun 1943 oleh Lewin.  Pada tahun 1947, Rober Barker Dan Herbet Wright memperkenalkan seting perilaku (Behavior setting) suatu unit ekologi kecil yang melingkupi perilaku manusia sehari-hari. Istilah Psikologi Arsitektur (Architectural psychology) pertama kali diperkenalkan ketika konferensi pertama di Utah pada tahun 1961 dan tahun 1966. Jurnal yang diterbitkan pada tahun 1960an pun banyak yang menggunakan istilah psikologi Lingkungan dan perilaku (Environmental and behavior). Baru pada tahun 1968, Harold Proshanky dan William Ittelson  memperkenalkan program tingkat doctoral di bidang Psikologi Lingkungan (Environmental Psychology) di CNUY (City Univercity of NewYork).

B.    TUJUAN
•    Meningkatkan perilaku yang positif terhadap berbagai aspek kehidupan
•    Untuk meningkatkan komunikasi yang baik dalam masyarakat
•    Menambah wawasan dalam psikologi lingkungan
•    Untuk menyelesaikan tugas makalah psikologi umum


C.    RUMUSAN MASALAH
•    Bagaimana berinteraksi dengan lingkungan ?
•    Apa yang di maksud dengan psikologi lingkungan ?
•    Bagaimana menerapkan psikologi lingkungan ?






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Psikologi lingkungan

Psikologi lingkungan adalah ilmu kejiwaan yang mempelajari perilaku manusia berdasarkan pengaruh dari lingkungan tempat tinggalnya, baik lingkungan sosial, lingkungan binaan ataupun lingkungan alam.
Heimstra dan Mc Farling menyatakan bahwa psikologi lingkungan adalah disiplin yang memperhatikan dan mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan fisik.
Gulidfor mendefinisikan psikologi Lingkungan sebagai studi dari transaksi di antara individu dengan setting fisiknya.
Canter dan Craik mengatakan bahwa psikologi lingkungan adalah area psikologi yang mealakukan konjungsi dan analisi tentang transaksi dan hubungan antara pengalaman dan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan lengkungan sosio-fisik.
Soedjatmoko, seorang ahli sosiologi, mengungkapkan harapannya untuk mengangkat mawas diri dari tingkat moralisme semata-mata ke tingkat pengertian psikologis dan historis dan mengenai perilaku manusia. Dalam hal ini beliau memberikan pengertian tentang moralisme dan perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh psikologishistoris suatu lingkungan, tempat orang tersebut bersosialisasi dengan masyarakat binaannya.
Sementara Hardjowirogo, seorang antropolog, menulis bahwa tidak ada jaminan akan keefektifan mawas diri. Ungkapan itu telah surut menjadi sekadar penghias buah bibir.
B.    Ruang Lingkup Psikologi Lingkungan

Ruang lingkup Psikologi lingkungan tidak hanya member perhatian terhadap manusia, tempat serta perilaku dan penglaman manusia dalam hubungannya dengan setting fisik namun juga membahas rancangan(desain), organisasi dan pemaknaan, ataupun hal-hal yang lebih spesifik seperti ruang-ruang, bangunan-bangunan, ketetanggaan, rumah sakit danruang-ruangnya, perumahan, serta seting-seting pada lingkup yang bervariasi lainnya. Sosiologi Lingkungan merupakan cabang ilmu yang amat dekat dengan psikologi Lingkungan. Dan terdapat jenis-jenis lingkungan dalam psikologi social yang juga banyak digunakan dalam psikologi lingkungan, diantaranya adalah:
1.    Lingkungana alamiah, seperti: lautan, hutah dan sebagainya
2.    Lingkungan buatan/binaan, seperti: jalan raya, prumahan dan sebagainya
3.    Lingkungan social
4.    Lingkungan yang dimodifikasi
Sementara itu Veitch dan Arkkelin menetapkan bahwa Psikologi Lingkungan merupakan suatu area dari pencarian yang bercabang dari sejumlah disiplin seperti biologi, geologi, psikologi, hokum, geografi, ekonomi, sosiologi, kimia, fiska, sejarah, filsafat serta sub disiplin dan rekayasanya.
C.     Ambient Condition & Architectural Features

Dalam hubungannya dengan lingkungan fisik Wrighstman dan Deaux membedakan dua bentuk kualitas lingkungan diantaranya:
1.    Ambient Condition
Merupakan Kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu seperti sound, cahaya, warna,kualitas suara, teperatur, dan kelembaban.
2.    Architctural Features
Merupakan  setting-setting yang bersifat permanen. misalnya didalam suatu ruangan yang diantaranya terdapat dinding, lantai, atap dan sebagainya

D.    Sejarah psikologi lingkungan
Membahas perihal teori-teori yang dikemukakan para ahli psikologi lingkungan, maka yang terlibat adalah teori-teori, baik di dalam maupun di luar disiplin psikologi. Dalam kaitan antara lingkungan dengan perilaku manusia, maka kita dapat menyebut sejumlah teori dimana dalam perspektif ini, yang terlibat di dalamnya antara lain adalah geografi, biologi ekologi, behaviorisme, dan psikologi Gestalt (Veitch & Arkkelin, 1995).
Geografi. Beberapa ahli sejarah dan geografi telah mencoba menerangkan jatuh-bangunnya peradaban yang disebabkan oleh karakteristik lingkungan. Sebagai contoh, Toynbee (dalam Veitch & Arkkelin, 1995) mengembangkan teori bahwa lingkungan seperti  topografi, iklim, vegetasi, ketersediaan air, dan sebagainya adalah tantangan bagi penduduk yang tinggal di lingkungan tersebut. Barry, Child dan Bacon (dalam Veitch & Arkkelin, 1995) mengusulkan bahwa kebudayaan masyarakat pertanian yang tidak nomaden menekankan pola asuh yang bertanggung jawab ketaatan dan kepatuhan. Sebaliknya pada kebudayaan nomaden pola asuh yang ditekankan adalah pada kemandirian dan akal.
Biologi Ekologi. Perkembangan teori-teori ekologi menunjukkan adanya perhatian terhadap
adanya ketergantungan biologi dan sosiologi dalam kaitan hubungan antara manusia dengan
lingkungannya, dimana hal itu secara signifikan mempengaruhi pemikiran-pemikiran psikologi
lingkungan. Dengan perkembangan ilmu ekologi, seseorang tidak dianggap terpisah dari
lingkungannya, melainkan merupakan bagian yang integral dari lingkungan. Pendapat
mengenai hubungan yang saling tergantung antara manusia dengan lingkungannya pada saat
ini akan tampak pada teori-teori yang dikembangkan pada disiplin psikologi lingkungan.
Lingkungan dan penghuninya masih sering dikaji sebagai komponen yang terpisah, meskipun tidak ada keraguan lagi adanya hubungan yang saling tergantung di antara mereka.
Behaviorisme. Pemikiran kalangan behavioris muncul sebagai reaksi atas kegagalan teori-teori kepribadian untuk menerangkan perilaku manusia.
Pada saat ini secara umum dapat diterima bahwa dua hal penting yang menjadi pertimbangan adalah konteks lingkungan dimana suatu perilaku muncul dan variabel-variabel personal (seperti kepribadian atau sikap). Dengan mempertimbangkan kedua hal ini maka akan lebih dapat diramalkan suatu fenomena manusia dan lingkungannya daripada jika dibuat pengukuran sendiri-sendiri.
    Psikologi Gestalt.
Dari pandangan Gestalt, suatu perilaku didasarkan pada proses kognitif, yang dipengaruhi oleh persepsi terhadap stimulus tersebut. Pengaruh Gestalt pada psikologi lingkungan dapat dilihat antara lain pada kognisi lingkungan, misalnya untuk menjelaskan persepsi, berpikir,dan pemrosesan informasi lingkungan.
    Arousal (Pembangkit).
Ketika kita emosional, kita sering merasa bergairah. Beberapa teoritelah berpendapat bahwa semua emosi adalah hanya tingkat dimana seseorang atau binatang dihasut. Meski tidak semua orang setuju dengan gagasan ini, tingkat keterbangkitan adalahbagian penting dari emosi.(Dwi Riyanti & Prabowo, 1997).
Mandler (dalam Hardy dan Hayes, 1985) menjelaskan bahwa emosi terjadi pada saat
sesuatu yang tidak diharapkan atau pada saat kita mendapat rintangan dalam mencapai suatu
tujuan tertentu. Mandler menamakan teorinya sebagai teori interupsi. Interupsi pada masalah
seperti dikemukakan tadi yang menyebabkan kebangkitan (arousal) dan menimbulkan
pengalaman emosional. Menurut Mandler, manusia memiliki motivasi untuk mencapai apa yang
disebut sebagai”dorongan-keinginanan otonomik” yang berfungsi menarik munculnya arousal sehingga kita dapat berubah-ubah dari aktivitas satu ke aktivitas lainnya.
Beberapa teori psikologi lingkungan :
    Teori Beban Stimulus
Titik sentral dari teori ini adalah adanya dugaan bahwa manusia memiliki kapasitas yang terbatasdalam memproses informasi. Teori ini bertanggungjawab terhadap respon-respon stimulus lingkungan dalam kaitannya dengan kapasitas individu dalam jangka pendek untuk memperhatikan dan berinteraksi dengan hal-hal yang menonjol dalam suatu lingkungan.
Menurut Veitch dan Arkkelin(1995) teori ini juga mempelajari pengaruh stimulus yang kurang menguntungkan, seperti perilaku yang terjadi di kapal selam atau penjara. Pengkajian ini menyimpilkan bawa dalam keadaan understimulation tertentu ternyata dapat berbalik menjadi overstimulation.
    Teori Kendala Perilaku
Teori iini memfokuskan kepada kenyataan , atau perasaan, kesan yang terbatas dari individu oleh lingkungan. Lingkungan dapat mencegah, mencampuri, atau membatasi perilaku penghunia (Stokols dalam Veitch&Arkkelin, 1995)
    Teori Tingkat adaptasi
Teori ini mirip dengan teori stimulus berlebih, dimana pada tingkat tertentu suatu stimulus dapat dirumuskan untuk mengoptimlkan perilaku.






   
BAB III
PENUTUP
    KESIMPULAN
Pada kenyataannya para ahli psikologi lingkungan ternyata tidak hanya dibatasi pada istilah perilaku manusia dalam pegertian yang kaku. “perilaku manusia” disini lebih jauh berkaitan dengan proses-proses fisiologis, psikologis, dan perilaku manusia itu sendiri.
Para ahli psikologi lingkungan dalam melakukan penelitiannya ternyata juga dapat menggunakan perspektif indisipliner, dalam pengertian ilmunya maupun dengan interaksi dengan para ahlinya.
Para peneliti psikologi lingkungan dalam penelitiannya pada umumnya secara simultan memadukan masalah-masalah praktis sehari-hari dengan formulasi dari teori-teori.
Dari penjabaran diatas psikologi lingkungan bisa di defenisikan sebagai ilmu perilaku multidisiplin yang memiliki orientasi dasar dan terapan, yang menfokuskan interrelasi antara perilaku dan pengalaman manusia sebagai individu dengan lingkungan fisik dan sosial.










Daftar Pustaka
http://www.anneahira.com/psikologi-lingkungan.htm
http://elearning.faqih.net/2009/12/pendekatan-teori-dan-metode-penelitian.html
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab1-pendahuluan.pdf
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab2-pendekatan_teori_dan_metode_penelitian.pdf
http://jessicaatriajoseph.wordpress.com/2011/02/25/451/

psikologi forensik

Diposting oleh Unknown di 23.36 0 komentar
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”PSIKOLOG FORENSIK ADALAH DETEKTIF” Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca












DAFTAR ISI
Kata pengantar...................................................................................................................................2
Daftar isi.............................................................................................................................................3
BAB I Pendahuluan..............................................................................................................................4
A.    Latar belakang..........................................................................................................................4
B.    Tujuan.......................................................................................................................................4
C.    Rumusan masalah.....................................................................................................................4
BAB II Pembahasan.............................................................................................................................5
A.    Pengertian psikologi forensik..................................................................................................5
B.    Psikologi forensik menurut para ahli.......................................................................................6
C.    Ruang lingkup psikkologi foernsik...........................................................................................7
D.    Pelaku psikologi forensik.........................................................................................................8
BAB III Penutup...................................................................................................................................9
    Kesimpulan.............................................................................................................................9
Daftar pustaka.....................................................................................................................................10





BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Permasalahan hukum di Indonesia memang tidak sedikit jumlahnya, namun hukum di Indonesia sering tidak melibatkan seorang ahli psikologi dalam membantu proses hukum. Beberapa orang menyebutkan beberapa kasus kriminal yang perlu peran seorang ahli psikologi, dalam hal ini Psikolog Forensik. Kasus seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan menurut saya hampir semua kasus hukum, selama itu melibatkan manusia sebagai tokoh, Psikolog Forensik harus ikut andil dalam proses hukum, mulai dari pra persidangan sampai pasca pemberian hukuman.
B.    TUJUAN
•    menambah wawasan tentang materi psikologi forensik
•    untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan psikologi forensik
•    untuk mengetahui seberapa penting psikologi forensik berperan dalam hukum
•    menyelesaikan tugas makalah psikologi umum

C.    RUMUSAN MASALAH
•    Mengapa psikolog forensik jarang berperan dalam kasus kriminal ?
•    Apa peran psikologi forensik dalam hukum ?
•    Apakah psikolog forensik bisa menyelesaikan masalah kriminal ?










BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PSIKOLOGI FORENSIK
Menurut Nietzel (1998) Psikolog Klinis dapat memainkan berbagai peran dalam system legal, antara lain meliputi bidang :
Law Enforcement Psychology. mengadakan riset tentang aktivitas lembaga hukum dan memberikan pelayanan klinis langsung dalam mendukung aktivitas lembaga tersebut. Ex : melakukan fit & proper test pada polisi yang dianggap tidak memenuhi kualifikasi, menawarkan intervensi krisis pada petugas kepolisian, memberikan konsultasi pada polisi tentang individu yang terjerat kriminalitas, membantu menginterview saksi dalam kasus criminal.
The Psychology of litigation : menitikberatkan pada efek-efek dari berbagai prosedur legal, biasanya yang digunakan pada pemeriksaan sipil dan criminal. Ex : menawarkan saran pada pengacara tentang seleksi juri, mempelajari factor-faktor yang mempengaruhi pertimbangan dan putusan juri, menganalisa efek-efek khusus dari pemeriksaan mulai dari kalimat pembuka, cross-examination of witnesses dan kalimat penutup.
Correctional Psychology : memusatkan perhatian pada layanan psikologis terhadap individu yang ditahan sebelum dinyatakan sebagai narapidana suatu tindak criminal. Sebagian besar psikolog koreksional bekerja di penjara dan pusat rehabilitasi remaja, tetapi ada juga yang membuka lembaga percobaan atau mengambil bagian dalam masyarakat khusus yang berbasis program koreksional.
aplikasi ilmu kesehatan mental dan keahlian dalam mempertanyakan individu yang terlibat dalam prosedur legal. Pertanyaan-pertanyaannya meliputi :
1.    Apakah individu mengalami sakit mental sepenuhnya dan secara potensial berbahaya untuk dirumahsakitkan ?
2.    Apakah seseorang yang dituduh melakukan tindak kriminal secara mental cukup kompeten untuk menjalani pemeriksaan?
3.    Apakah suatu hasil kecelakaan atau trauma menyebabkan luka psikologis bagi seseorang, dan seberapa seriuskah ?
4.    Apakah seseorang memiliki kapasitas mental yang adekuat dalam memahami keinginan/kehendaknya ? dll.
Psikolog Forensik menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengaplikasikan hasil riset empiris dan keterampilan serta tehnik-tehnik dalam profesinya. Kemudian menawarkan pendapat-pendapat mereka selama kesaksian dalam pemeriksaan/persidangan sipil atau kriminal atau prosedur legal yang lain.
B.    Psikologi forensik menurut para ahli
    Suprapti & Sumarmo Markam (2003)
Psikologi Forensik adalah interface dari Psikologi dan Hukum, dan merupakan aplikasi pengetahuan psikologi khususnya psikologi klinis, pada masalah-masalah yang dihadapi jaksa, polisi dll untuk penyelesaian masalah yang berhubungan dengan keadaan sipil, criminal dan administrative (civil, criminal, administrative justice).
    APA (Heilbrun dalam Cronin, 2007)
Forensic Psychology is defined as the professional practice by psychologists within the areas of clinical psychology, counseling psychology, neuropsychology, and scholl psychology, when they are engaged regulary as`experts and represent themselves as such, in an activity primarily intended to provide professional psychological expertise to the judicial system.
Psikologi Forensik didefinisikan sebagai praktek professional dari psikolog dalam bidang psikologi klinis, psikologi konseling, neuropsikologi, dan psikologi sekolah, dimana mereka berperan dan merepresentasikan diri secara rutin sebagai ahli, dalam aktivitas utama yang bertujuan untuk memberikan keahlian psikologis professional pada system peradilan.
C.    RUANG LINGKUP PSIKOLOGI FORENSIK
Ada 5 (lima) bidang yang sering ditawarkan Nietzel & Bernstein (1998) :
1.    Kompetensi untuk menjalani pemeriksaan/persidangan dan tanggung jawab criminal (Criminal responsibility).
2.    Kerusakan psikologis dalam pemeriksaan sipil
3.    Kompetensi sipil
4.    Otopsi psikologi dan Criminal Profilling
5.    Child Custody (hak asuh anak) dan Parental Fitness (kelayakan sebagai orangtua)
Bidang yang dinamakan psikologi forensic mencakup peran psikolog Phares (dalam Markam, 2003) dalam menentukan beberapa hal penting yaitu :
1.    Psikolog dapat menjadi saksi ahli. Ada perbedaan antara saksi ahli dan saksi biasa. Saksi ahli harus mempunyai kualifikasi (Clinical Expertise), meliputi pendidikan, lisensi, pengalaman, kedudukan, penelitian, publikasi, pengetahuan, aplikasi, aplikasi prinsip-prinsip ilmiah serta penggunaan alat tes khusus.
2.    Psikolog dapat menjadi penilai dalam kasus-kasus criminal, misalnya menentukan waras/tidaknya (sane/insane) pelaku criminal, bukan dalam arti psikologis, namun dalam arti legal/hokum.
3.    Psikolog dapat menjadi penilai bagi kasus-kasus madani/sipil. Termasuk didalamnya menentukan layak tidaknya seseorang masuk RSJ, kekerasan dalam keluarga dll.
4.    Psikolog dapat juga memperjuangkan hak untuk memberi/menolak pengobatan bagi seseorang.
5.    Psikolog diharapkan dapat memprediksi bahaya yang mungkin berkaitan dengan seseorang. Misalnya : dampak baik/buruk mempersenjatai seseorang. Psikolog diharapkan tahu tentang motivasi, kebiasaan dan daya kendali seseorang.
6.    Psikolog diharapkan dapat memberikan treatmen sesuai dengan kebutuhan.
7.    Psikolog diharapkan dapat menjalankan fungsi sebagai konsultan dan melakukan penelitian di bidang psikologi forensic.
D.    Pelaku psikologi forensik
Ilmuwan psikologi forensik. Tugasnya melakukan kajian/ penelitian yang terkait dengan aspek-aspek perilaku manusia dalam proses hukum.
Pada dasarnya hampir semua penelitian dalam bidang psikologi itu relevan dengan beberapa isu forensik. misalnya, penelitian tentang komponen genetik schizophrenia mungkin sangat penting dalam sidang pengadilan tentang kompetensi mental. Hakikat sikap prejudice atau elemen-elemen dasar proses persuasi juga penting bagi pengacara. Penelitian konsumen mungkin mempunyai aplikasi langsung pada kasus tuntutan pertanggungjawaban produk. Dan akhir-akhir ini, penelitian tentang atribusi dan hubungan interpersonal telah diaplikasikan pada undang-undang tentang penggeledahan dan perampasan. Akan tetapi, beberapa bidang penelitian telah menjadi sangat dikaitkan dengan psikologi forensik, dan dalam bagian ini akan dibahas dua bidang, yaitu kesaksian saksi mata dan perilaku juri.
1.    Kesaksian mata
Kesaksian saksi mata sering tidak dapat diandalkan dan tidak akurat, sehingga sering kali orang yang tidak bersalah dinyatakan bersalah atau sebaliknya. Penelitian menunjukkan bahwa ingatan saksi mata dapat terdistorsi dengan mudah oleh informasi yang diperolehnya kemudian.
2.    Perilaku juri
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui bagaimana anggota juri memahami bukti dan memproses informasi, bagaimana mereka merespon instruksi dari meja pengadilan, dan bagaimana mereka bereaksi terhadap jenis argumen tertentu. Anggota juri sering bingung dengan instruksi dari hakim. Satu penelitian menunjukkan bahwa bila pola instruksi yang diberikan kepada juri itu disederhanakan, misalnya dengan menggunakan kalimat aktif, pesannya pendek dan singkat, istilah-istilah hukum yang abstrak lebih dijelaskan, maka mereka mampu menerapkan hukum secara lebih akurat.

BAB III
PENUTUP
    KESIMPULAN
Secara konsisten APA mendefinisikan dan menempatkan Psikologi Forensik pada penekanan dalam pengembangan keterampilan klinis yang solid (matang). Meskipun training khusus dalam bidang hukum dan Forensik Psikologi bisa dilakukan, namun kompetensi ini akan berkembang dan dimiliki setelah keahlian di bidang klinis dikembangkan.
Individu yang ingin berkarir di Psikologi Forensik pertama kali harus mengembangkan keterampilan klinis yang kuat baik dalam :
1.    Asessment,
2.    Memahami psikopatologi,
3.    Penulisan laporan,
4.    Wawancara diagnostic
5.    Presentasi kasus.
Psikolog forensik harus diikut sertakan dalam pemecahan kasus kriminal seperti pembunuha, pemerkosaan, pencurian, dan sebagainya, karena kejahatan bisa timbul dari berbagai aspek, baik itu dari segi psikis seseorang maupun niat, oleh karena itu psikolog forensik bisa menjadi detektif dalam penegakan hukum di dunia.




DAFTAR PUSTAKA
http://yannytuharyati.blogspot.com/2009/06/psikologi-forensik.html
www.psychologymania.com/2011/09/psikologi-forensik-bagian-dari-kajian.html
Kartono, Kartini. 1996. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju
http://vanmumul.blogspot.com/2012/12/psikologiku.html

makalah Psikologi industri organisasi

Diposting oleh Unknown di 23.34 1 komentar
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuasaan dan petunjuk-Nya dalam menyelesaikan tugas ini dengan Tema “PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI” dengan Judul “PIO DAN DUA TABEL”
Selanjutnya salawat beriringkan salam penulis persembahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.   
Penulis menyadari akan kurangnya pengetahuan, pengalaman serta keterbatasan lainnya baik dari segi isi, pembahasan, dan susunan rangkaian kalimat-kalimatnya. Oleh karena itu, dengan berbesar hati penulis mengharapkan dan menghargai kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan tulisan ini.   
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT kita mohon ampun, semoga selalu memberikan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.











DAFTAR ISI

Kata pengantar..............................................................................................................................2
Daftar isi..........................................................................................................................................3
BAB I Pendahuluan.........................................................................................................................4
    Latar Belakang....................................................................................................................4
    Tujuan.................................................................................................................................4
    Rumusan masalah...............................................................................................................4
BAB II Pembahasan.........................................................................................................................5
A.    Pengertian psikologi industri dan organisasi......................................................................5
B.    Perbedaan ruang lingkup psikologi industri dan organisasi...............................................6
BAB III Penutup...............................................................................................................................8
    Kesimpulan.........................................................................................................................8
Daftar Pustaka................................................................................................................................9














BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Suatu studi ilmiah tentang perilaku dan proses mental manusia dalam industry dan organisasi yang berorientasi pada system kegiatan yang terkoordinasi dari suatu kelompok orang yang bekerja secara kooperatif untuk mencapai tujuan yang sama dibawah otoritas dan kepemimpinan tertentu.
Prinsip-prinsip psikologi belajar dan social yang berguna membentuk kelompok-kelompok kerja yang lebih produktif dalam mengelola frustasi, konflik dan stress karyawan, sedangkan prinsip=pronsip motivasi dan emosi berguna untuk memotivasi dan meberi kepuasan dan meningkatkan produktifitas dan prestasi kerja.

B.    Tujuan
•    menerapkan psikologi dalam setting industri dan organisasi
•    Membina hubungan komunikasi antar industry/organisasi
•    berprestasi dan produktif  mengelola frustasi, konflik, dan stress kerja.
•    Menyelesaikan tugas makalah psikologi umum

C.    Rumusan Masalah
•    Bagaimana menerapkan psikologi dalam industri dan organisasi ?
•    Bagaimana mengatasi berbagai masalah psikis dalam industri dan organisasi ?
•    Bagaimana menjalin komunikasi yang baik dalam dunia kerja ?


   
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian psikologi industri dan organisasi

Psikologi Adalah ilmu yang mempelajari perilaku dan proses mental seseorang. Sebenarnya da berbagai definisi psikologi yang dikemukakan oleh para ahli, di antaranya adalah Muchinsky (1978) mengatakan bahwa : Psychology is defined as the scientific study of behavior.” Atkinson, dkk (1983) memberikan arti sebagai berikut : “Psikologi sebagai ilmiah mengenai proses perilaku dan proses mental”.
Pengertian psikologi Industri dan Organisasi menurut Scott (1967) secara formal dan ringkas terbatas elemen sebagai berikut.
a)      A System of coordinated activities
b)      A group of people
c)       Cooperation toward a goal
d)      Authority and leadership

Yang kemudian menjadi : “A formal organization is a system of coordinated activities of a group of people working cooperatively toward a common goal authority and leadership”. Psikologi industry dan organisasi adalah “Suatu studi ilmiah tentang perilaku dan proses mental manusia dalam industry dan organisasi yang berorientasi pada system kegiatan yang terkoordinasi dari suatu kelompok orang yang bekerja secara kooperatif untuk mencapai tujuan yang sama dibawa otoritas dan kepemimpinan tertentu.”
Perbedaan di antara psikologi Industri dan Organisasi dengan program-program Bisnis dapat dijelaskan melalui perbedaan yang diterapkan dalam psikologi. Psikologi Industri dan organisasi menerapkan prinsip-prinsip psikologi industry dan organisasi. Contohnya, prinsip-prinsip belajar digunakan untuk mengembangkan program-program training dan perencanaan insentif.
Prinsip-prinsip psikologi belajar dan social yang berguna membentuk kelompok-kelompok kerja yang lebih produktif dalam mengelola frustasi, konflik dan stress karyawan, sedangkan prinsip=pronsip motivasi dan emosi berguna untuk memotivasi dan meberi kepuasan dan meningkatkan produktifitas dan prestasi kerja.
Pada dasarnya pendekatan manajemen sumber daya manusia berusaha untuk membuat perencanaan dan staffing secara lebih efektif dan efisien dalam organisasi melalui wawancara sebagai sesuatu teknik yang dianggap bermakna mendapatkan karyawan terbaik sesuai dengan system organisasi yang ada. Tetapi, pendekatan psikologi industry dan organisasi mempertimbangkan wawancara sebagai salah satu teknik untuk menggali potensi 9ketrampilan dan keahlian) dan komptensi individu agar dapat ditempatkan pada jabatan yang sesuai dengan potensi dan kompetensinya (the right person in the right place), sehingga dapat melengkapi data dari beberapa alat alat seleksi yang lainnya seperti test psikologi, pengisian blanko aplikasi, dan assessment center (Asmot, 1995).
B.    Perbedaan ruang lingkup psikologi industri organisasi

Perbedaan ruang lingkup psikologi industry dan organisasi dengan program manajemen sumber daya manusia atau program bisnis lain adalah :
•    Psikologi industry dan organisasi lebih mengkaji factor-faktor yang mempengaruhi pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi
•    Aspek-aspek yang lebih potensi yang terus-menerus berkembang dalam suatu organisasi seperti melatih potensi sumber daya manusia agar lebih berprestasi dan produktif, mengelola frustasi, konflik, dan stress
•    Meningkatkan kepuasan kerja karyawan
•    Memotivasi karyawan agar lebih produktif
•    Membina hubungan komunikasi antar atasan-bawahan.Program-program bisnis memperkirakan daerah-daerah seperti accounting, marketing, dan transportasi, sedangkan program-psikologi industry dan organisasi hamper semua memfokuskan pada persoalan-persoalan sumber daya manusia (Penggans, Chandra, & McAlarnis, 1986), dijelaskan sebagai berikut.

Tabel 1
Perbandingan Lulusan Tingkat : MBA dengan Master I/O
Tipe Kerja Khusus I/O    Tipe Kerja Khusus MBA
Statistik
Metodologi Eksperimental
Teori Psikometri
Seleksi dan Penempatan Pekerja
Psikologi Organisasi
Training dan Pemgembangan Pekerja
Penilaian Kinerja
Analisis Kerja    Statistik
Penelitian Bisnis
Perilaku Organisasi
Kebijakan Administrasi
Ekonomi Manajemen
Manajemen Keuangan
Manajemen Marketing
Akunting Manajemen

Selain itu, psikologi industry organisasi berbeda juga dari psikologi klinis dan konseling. Psikologi industry dan organisasi mengarah secara intensif pada penelitian, metode-metode kuantitatif dan kualitatif, eksperimen, dan teknik-teknik testing.
Psikologi industry organisasi dilatih untuk menggunakan data empiris dan statistic daripada pertimbangan klinis dalam mengambil keputusan. Psikologi industry organisasi bukan psikologi klinis yang ada dalam industry, dan merekja bukan melakukan konseling ataupun terapi pada karyawan yang mengalami masalah dalam pekerjaan mereka.
Namun ada juga para psikologi yang bekerja dalam suatu organisasi melakukan pertolongan kepada para karyawan untuk mengatasi masalah seperti kecanduan minuman (alchoholic) dan obat-obatan (Adrug abuse). Jika tugas utamanya menolong karyawan mengatasi masalahnya, maka psikologi tersebut sebagai konselor atau psikolog klinis dari pada sebagai psikolog industry dan organisasi.
Satu alasan psikologi industry dan organisasi secara kontinu menambah popularitas adalah bahwa profesionalisme dalam satu bidang kerja dapat memberipengaruh positif dalam kehidupan orang lain.
Tabel 2 satu hari dalam suatu tipe kehidupan individu adalah sebagai berikut.

Tabel 2
Aktivitas    Penggunaan Waktu
Bekerja
Mengganti tugas
Menonton TV
Tidur
Makan
Lain-lain    8 jam
1 jam
3 jam
8 jam
2 jam
2 jam
Sumber : Aamot M.G. 1996. Applied Industrial/Organization Psychology. 2nd. Washington : Brooks/Cole Publishing Company.

Individu akan menggunakan waktunya lebih banyak di tempat kerja daripada kegiatan yang lainnya, kecuali mungkin individu menggunakan waktu untuk tidur. Jadi, itu membuat mereka merasa bahagia dan produktif dalam perjalanan mereka. Hal itu akan membuat mereka yang tidak bahagia dalam bekerja  karena hal itu akan dapat mempengaruhi juga terhadap kualitas kehidupan keluarga dan waktu luang mereka.
Dari perspektif social, psikologi industry dan organisasi juga menambah keefektifan pekerja, sehingga dapat memperbaiki kualitas produksi kembali dan mengurangi biaya materi/barang-barang, mengurangi perbaikan dan biaya penempatan ulang dengan meningkatkan efisiensi organisasi, dan dapat berhasil mengurangi setiap kegiatan seperti menunggu dalam satu jalur tertentu.
Jadi, psikologi industry dan organisasi dapat meningkatkan kualitas kehidupan pada tingkat yang sama, dan bahkan sering melebihi psikolog yang melakukan konseling dan dokter di bidang medis. Meskipun psikologi industry dan organisasi memperoleh gaji yang memadai, keuntungan yang nyata dan dampak pada pekerjaan mereka adalah berpengaruh positif terhadap kualitas kehidupan individu yang lain.
Menjelang jaman yang semakin modern, ilmu psikologi mulai memberikan pengaruh yang sangat besar pada berbagai aspek dan kualitas kehidupan masyarakat modern. Hal ini terlihat dari ilmuan yang berkecimpung pada bidang psikologi mulai aktif ikut berpastisipasi dan berkisar ke perguruan tinggi guna mengembangkan sayapnya menjadi staf pengajar, konselor atau psikolog bagi civitas akademika.


BAB III
Penutup
•    Kesimpulan
tidak dapat dipungkiri bahwa PIO tidak bisa terlepas dari cabang psikologi yang lain. Dimana yang paling inti adalah psikologi sosial, jika kita lihat kajian-kajian dari PIO banyak menggunakan teori-teori psikologi sosial seperti teori medan dari Lewin contohnya. Beberapa cabang lain juga memiliki kontribusi contohnya dalam kajian individu dan mengelola konflik di tempat kerja, PIO juga akan belajar banyak dari Psikologi klinis, begitu pula juga terkait dengan psikologi pendidikan dan perkembangan dimana dalam memberikan pelatihan maka kita juga mempertimbangkan aspek-aspek belajar pada orang dewasa. Selain mendapatkan masukan dari dalam cabang ilmu psikologi itu sendiri, dalam aktivitas sehari-hari seorang praktisi PIO juga banyak masukan dari berbagai cabang ilmu seperti Ergonomi, Manajemen, Sosiologi dan Hukum serta cabang ilmu yang lainnya. Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa PIO dalam melakukan studi tidak bisa secara egois melepaskan diri atau merasa superior, karena PIO juga mendapatkan banyak kontribusi dari ilmu-ilmu yang lainnya pula.







DAFTAR PUSTAKA
http://pio.psikologi.unair.ac.id/visi-dan-misi/pio-apa-dan-ruang-lingkupnya/
http://jeffy-louis.blogspot.com/2011/10/pengertian-psikologi-industri-dan.html
Aamot M.G. 1996. Applied Industrial/Organization Psychology. 2nd. Washington : Brooks/Cole Publishing Company.



Kamis, 27 Desember 2012

Diposting oleh Unknown di 20.11 0 komentar

Rabu, 26 Desember 2012

makalah psikologi klinis dan konseling yang berkaitan dengan Gangguan Makan

Diposting oleh Unknown di 02.14 0 komentar
KATA PENGANTAR
    Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuasaan dan petunjuk-Nya dalam menyelesaikan tugas ini dengan Tema “PSIKOLOGI KLINIS DAN KONSELING” dengan Judul “BAHAYA ANOREXIA NERVOSA BAGI KESEHATAN DAN PSIKIS”
Selanjutnya salawat beriringkan salam penulis persembahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.   
Penulis menyadari akan kurangnya pengetahuan, pengalaman serta keterbatasan lainnya baik dari segi isi, pembahasan, dan susunan rangkaian kalimat-kalimatnya. Oleh karena itu, dengan berbesar hati penulis mengharapkan dan menghargai kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan tulisan ini.   
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT kita mohon ampun, semoga selalu memberikan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.















DAFTAR ISI
Kata pengantar .......................................................................................................................1
Daftar isi .................................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan ................................................................................................................3
    Latar belakang ............................................................................................................3
    Tujuan .........................................................................................................................3
    Rumusan masalah ......................................................................................................3
BAB II Pembahasan................................................................................................................4
    Psikologi klinis..............................................................................................................4
A.    Pengertian Psikologi klinis................................................................................4
B.    Asesmen psikologi klinis...................................................................................4
C.    Intervensi klinis..................................................................................................5
    Konseling......................................................................................................................6
A.    Pengertian Konseling........................................................................................6
B.    Konseling menurut Steffler dan Griant..............................................................7
    Anorexia Nervosa dan Bulimia.....................................................................................7
BAB III Penutup.....................................................................................................................11
    Kesimpulan.................................................................................................................11
Referensi...............................................................................................................................12









BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
psikologi klinis dan konseling menjadi hal yang kurang di perhatikan manusia pada umumnya dan wanita remaja pada khususnya, sehingga membuat peran remaja wanita di dalam interaksi sosial semakin mundur, salah satunya di sebabkan oleh Anorexia Nervosa atau Gangguan makan dan Bulimia.
Hal ini sangat tidak di perdulikan oleh wanita remaja pada khususnya, makalah ini akan membahas penjelasan psikologi klinis yang nantinya akan berkaitan dengan Anorexia Nervosa dan Bulimia serta penjelasan konseling yang bisa di jadikan terapi bagi wanita remaja pada khususnya dan manusia pada umumnya.

B.    Tujuan
    Memahami ilmu psikologi klinis dan konseling
    Penerapan konseling bagi remaja
    Menerapkan pentingnya psikologi klinis
    Menyelesaikan tugas makalah Psikologi Umum

C.    Rumusan Masalah
    Bagaimana penjelasan Psikologi klinis sebagai kebutuhan ?
    Apakah yang menjadi prinsip-prinsip psikologi klinis ?
    Bagaimana hubungan konseling dalam kehidupan sehari-hari ?
    Apa yang membuat remaja sekarang kurang berpartisipasi dalam masyarakat ?











BAB II
PEMBAHASAN
    PSIKOLOGI KLINIS

A. Pengertian psikologi klinis
Psikologi Klinis merupakan bentuk psikologi terapan untuk menentukan kapasitas dan karakteristik tingkah laku individu dengan menggunakan metode-metode pengukuran assessment, analisa dan observasi serta uji fisik dan riwayat sosial agar dapat diperoleh saran dan rekomendasi untuk membantu penyesuaian diri individu secara tepat. (American Psychological Association: 1935).
Witmer (1912) dikutip oleh Sutardjo menyatakan bahwa psikologi klinis adalah metode yang digunakan untuk mengubah atau mengembangkan jiwa seseorang berdasarkan hasil observasi dan eksperimen dengan menggunakan teknik penanganan pedagogis. Namun, Woodworth (1937) berkeberatan dengan definisi atau pengertian psikologi klinis yang disampaikan Witmer ini. Menurutnya, jika pengertian psikologi klinis itu seperti yang dikemukakan Witmer, sebaiknya tidak disebut psikologi klinis melainkan sebagai psikologi untuk memberi pelayanan yang bersifat personal atau sebagai alternatif.
Disamping itu Woodworth juga berpendapat bahwa psikolog klinis di masa depan harus berusaha untuk memberikan bantuan kepada individu dalam menyelesaikan masalah seleksi untuk keperluan pendidikan dan pekerjaan, penyesuaian keluarga dan social, kondisi-kondisi kerja, dan aspek kehidupan lainnya. Yang sering menjadi pegangan dan acuan dasar dalam memahami pengertian psikologi klinis saat ini adalah definisi yang ditetapkan oleh American Psychological Association (APA) yang merumuskan psikologi klinis sebagai berikut:
“Psikologi Klinis adalah suatu wujud psikologi terapan yang bermaksud memahami kapasitas perilaku dan karakteristika individu yang dilaksanakan melalui metode pengukuran, analisis, serta pemberian saran dan rekomendasi, agar individu mampu melakukan penyesuaian diri secara patut”.

B. Asesmen Psikologi Klinis

Asesmen klinis adalah proses yang digunakan psikolog klinis untuk mengamati dan mengevaluasi masalah social dan psikologis klien, baik menyangkut keterbatasan maupun kapabilitasnya. Sebagai prasyarat bagi terapi, asesmen klinis menyediakan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan kunci, seperti menyangkut kelemahan klien dan akibat-akibaynya, defisiensi dan gangguan apa yang terjadi pada pemfungsian klien atau lingkungan sosialnya untuk mengelola masalah dan atau mengembangkan kecenderungan positifnya, serta intervensi apa yang terbaik digunakan untuk dapat memenuhi kebutuhan klien.
Asesmen juga memberikan kontribusi terhadap riset klinis, antara lain dengan menyediakan landasan ilmiah untuk mengevaluasi terapi dan membangun teori-teori pemfungsian dan disfungsi manusia. Asesmen klinis sering pula diartikan sebagai psikodiagnostik, yaitu upaya untuk memahami sumber sumber penyakit melalui gejala-gejala sakit atau maladaptif dan kemudian memasukkannya ke dalam kelompok jenis gangguan yang baku atau telah dibakukan.

Terdapat banyak kemungkinan sasaran atau target yang diusahakan dalam membuat asesmen klinis. Psikolog klinis dapat memusatkan perhatian terhadap:
 1. disfungsi (psikologis) individual, memperhatikan abnormalitas atau kekurangan dalam aspek pikiran, emosi, atau tindakannya. Dalam kasus-kasus lain, bisa jadi mereka memusatkan perhatian untuk menemukan
2. kekuatan klien, dalam hal kemampuan, keterampilan, atau sensitivitas yang menjadi target evaluasi, dan melukiskan
 3. kepribadian subyek.

Beberapa metode asesmen dalam psikologi klinis diantaranya:
•    Wawancara
a. Wawancara mengenai status mental
b. Wawancara sosial-klinis
c. Wawancara yang difraksikan
d. Wawancara terstruktur
•    Tes terstruktur
Tes ini meminta subyek untuk menjawab pertanyaan secara tegas, tidak samar-samar, ya atau tidak, dan maknanya uniform, serta merespon pertanyaan dengan cara yang terbatas. Tes terstruktur membutuhkan standarisasi yang hati-hati dan norma yang representatif.
•    Tes tak terstruktur
Adalah tes yang memberikan pertanyaan kepada klien dengan cara menjawab yang memberikan keleluasaan lebih besar, misalnya Thematic Apperception Test (TAT) atau Rorschah Inkblot-tes.
•    Asesmen-asesmen perilaku
Observasi ini merupakan observasi sistematik yang dilakukan dalam laboratorium, di klinik, kelas ataupun dalam perilaku sehari-hari.
•    Kunjungan rumah
Kunjungan rumah dimaksudkan untuk memahami kahidupan alamiah klien di rumah dan keadaan serta pola kehidupan keluarga klien.
•     Catatan kehidupan
Psikolog sering tertarik untuk mempelajari riwayat hidup klien, karena riwayat itu dapat mendasari permasalahan yang dialaminya saat ini.
•    Dokumen Pribadi
Catatan atau dokumen pribadi penting untuk mengetahui motif utama klien, maupun hal-hal yang disembunyikan, penyangkalan, hambatan, dan kesulitan klien dalam membicarakan permasalahannya.
•    Pemfungsian psikofisiologis
Hubungan psikis-mental dan faal organ tubuh sangatlah erat. Tekanan darah, misalnya, sering berhubungan dengan adanya kecemasan dan juga merupakan reaksi atas tekanan-tekanan psikologis.







C. Intervensi Klinis

Intervensi dalam rangka psikologi dan khususnya psikologi klinis adalah membantu klien atau pasien menyelesaikan masalah psikologis, terutama sisi emosionalnya. Kendall dan Norton Ford berpendapat bahwa intervensi klinis meliputi penggunaan prinsip-prinsip psikologi untuk menolong orang menangani masalah-masalah dan mengembangkan kehidupannya yang memuaskan. Psikolog klinis menggunakan pengetahuannya mengenai pemfungsian manusia dan system-sistem sosial dalam kombinasi dengan hasil asesmen klinis guna merumuskan cara untuk membantu perubahan klien ke arah yang lebih baik.
Istilah intervensi khusus untuk psikologi adalah psikoterapi. Pada umumnya terapi menampilkan empat gambaran kegiatan, yaitu:
1. membangun hubungan murni antara terapis dan klien,
2. membantu klien melakukan eksplorasi diri dengan cara-cara psikologis,
3. terapis dan klien bekerja sama memecahkan masalah psikologis klien,
4. terapis membangun sikap dan mengajarkan ketarmpilan kepada klien.


    KONSELING

A.    Pengertian Konseling
Konseling (counseling) biasanya kita kenal dengan istilah penyuluhan, yang secara awam dimaknakan sebagai pemberian penerangan, informasi, atau nasihat kepada pihak lain. Konseling sebagai cabang ilmu dan praktik pemberian bantuan kepada individu pada dasarnya memiliki pengertian yang spesifik sejalan dengan konsep yang dikembangakn dalam lingkup profesinya.
Diantara berbagai disiplin ilmu, yang memiliki kedekatan hubungan dengan konseling adalah psikologi, bahkan secara khusus dapat dikatakan bahwa konseling merupakan aplikasi dari psikologi, terutama jika dilihat dari tujuan, teori yang digunakan, dan proses penyelenggaraannya. Oleh karena itu telaah mengenai konseling dapat disebut dengan psikologi konseling (counseling psychology).
Dalam buku Psikologi Konseling oleh Latipun pada tahun 2006, kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel yang diambil dari bahasa latin yaitu counselium, artinya ”bersama” atau ”bicara bersama”. Pengertian ”berbicara bersama-sama” dalam hal ini adalah pembicaraan antara konselor (counselor) dengan seseorang atau beberapa klien (Counselee). Dengan demikian counselium berarti, ”people coming together to again an understanding of problem that beset them were evident”, yang ditulis oleh Baruth dan Robinson (1987:2) dalam bukunya An Introduction to The Counseling Profession.
Carl Rogers, seorang psikolog humanistik terkemuka, berpandangan bahwa konseling merupakan hubungan terapi dengan klien yang bertujuan untuk melakukan perubahan self (diri) pada pihak klien. Pada intinya Rogers dengan tegas menekankan pada perubahan system self klien sebagai tujuan koseling akibat dari struktur hubungan konselor dengan kliennya.
Ahli lain, Cormier (1979) lebih memberikan penekanan pada fungsi pihak-pihak yang terlibat. Mereka menegaskan konselor adalah tenaga terlatih yang berkemauan untuk membantu klien. Pietrofesa (1978) dalam bukunya The Authentic Counselor, sekalipun tidak berbeda dengan rumusan sebelumnya, mengemukakan dengan singkat bahwa konseling adalah proses yang melibatkan seorang profesional berusaha membantu orang lain dalam mencapai pemahaman dirinya, membuat keputusan dan pemecahan masalah.
B.    Konseling Menurut Steffler dan Grant
Meskipun bukan bermaksud merangkum berbagai pengertian yang dikemukakan oleh banyak ahli, Stefflre dan Grant menyusun pengertian yang cukup lengkap mengenai konseling ini. Menurut Stefflre dan Grant, terdapat empat hal yang mereka tekankan, yaitu:
1. Konseling Sebagai Proses
Konseling sebagai proses berarti konseling tidak dapat dilakukan sesaat. Butuh proses yang merupakan waktu untuk membantu klien dalam memecahkan masalah mereka, dan bukan terjadi hanya dalam satu pertemuan. Permasalahan klien yang kompleks dan cukup berat, konseling dapat dilakukan beberapa kali dalam pertemuan secara berkelanjutan.
2. Koseling Sebagai Hubungan Spesifik
Hubungan antara konselor dan klien merupakan unsur penting dalam konseling. Hubungan koseling harus dibangun secara spesifik  dan berbeda dengan hubungan sosial lainnya. Karena konseling membutuhkan hubungan yang diantaranya perlu adanya keterbukaan, pemahaman, penghargaan secara positif tanpa syarat, dan empati.
3. Konseling adalah Membantu Klien
Hubungan konseling bersifat membantu (helping). Membantu tetap memberikan kepercayaan pada klien dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan mereka. Hubungan konseling tidak bermaksud mengalihkan pekerjaan klien pada konselor, tetapi memotivasi klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan mengatasi masalahnya.
4. Konseling untuk Mencapai Tujuan Hidup
Konseling diselenggarakan untuk mencapai pemahaman dan penerimaan diri, proses belajar dari perilaku adaptif, dan belajar melakukan pemahaman yang lebih luas tentang dirinya yang tidak hanya membuat ”know about” tetapi juga ”how to” sejalan dengan kualitas dan kapasitasnya. Tujuan akhir konseling pada dasarnya adalah sejalan dengan tujuan hidupnya yang oleh Maslow (1968) disebut aktualisasi diri.
    Anorexia Nervosa

Gangguan makan yang umumnya ditemui pada remaja putri adalah anoreksia atau istilah kerennya dikenal dengan anorexia nervosa. Anoreksia adalah aktivitas untuk menguruskan badan dengan melakukan pembatasan makan secara sengaja dan melalui kontrol yang ketat. Penderita anoreksia sadar bahwa mereka merasa lapar namun takut untuk memenuhi kebutuhan makan mereka karena bisa berakibat naiknya berat badan. Persepsi mereka terhadap rasa kenyang terganggu sehingga pada saat mereka mengkonsumsi sejumlah makanan dalam porsi kecil sekalipun, mereka akan segera merasa 'penuh' atau bahkan mual. Mereka terus menerus melakukan diet mati-matian untuk mencapai tubuh yang kurus. Pada akhirnya kondisi ini bisa menimbulkan efek yang berbahaya yaitu kematian si penderita. Bayangkan saja, kalau mereka terus menerus menahan diri untuk tidak makan, darimana mereka memperoleh energi untuk hidup.
    Bulimia
Jika penderita anoreksia mati-matian untuk menahan rasa lapar dan berupaya sekeras mungkin untuk tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang besar sehingga bisa tahan 'hidup' hanya dengan makan 2-3 sendok nasi per-hari, maka tidak demikian halnya dengan bulimia. Pada dasarnya, tujuan akhir dari penderita bulimia dan anoreksia adalah sama, yaitu ingin mempertahankan bentuk tubuhnya selangsing (sekurus) mungkin namun cara mereka yang berbeda. Penderita bulimia cenderung senang mengkonsumsi makanan yang mereka sukai. Mereka makan berlebihan untuk memuasakan keinginan mereka namun selanjutnya mereka memuntahkannya kembali hingga tidak ada makanan yang tersisa. Dengan demikian mereka terhindar jadi gemuk melainkan tetap menjadi kurus tanpa perlu menahan keinginan mereka untuk makan. Dapat dibayangkan jika seseorang terus menerus memuntahkan makanan yang mereka konsumsi, darimana mereka mendapatkan kalori untuk beraktivitas. Tubuhpun menjadi lemas, sulit untuk berpikir dan akhirnya tidak ada lagi energi yang dapat digunakan untuk mempertahankan dirinya.

Mengapa Bisa Terjadi?
Ketika memasuki masa remaja, khususnya masa pubertas, remaja menjadi sangat concern atas pertambahan berat badan mereka. Terjadi perubahan fisiologis tubuh yang kadangkala mengganggu. Biasanya, hal ini lebih sering dialami oleh remaja putri daripada remaja pria. Bagi remaja putri, mereka mengalami pertambahan jumlah jaringan lemak sehingga mereka akan mudah untuk gemuk apabila mengkonsumsi makanan yang berkalori tinggi. Kalau dulu makan apapun tidak berefek bagi berat badan, tapi setelah masa pubertas (biasanya ditandai dengan menstruasi), baru makan coklat dua potong, kok beratnya sudah tambah 1 kg. Pada kenyataannya kebanyakan wanita ingin terlihat langsing dan kurus karena mereka beranggapan bahwa menjadi kurus akan membuat mereka bahagia, sukses dan populer. Apalagi kalau melihat 'body' para selebritis yang langsing (sebenarnya lebih tepat dikatakan kurus-ceking-tiada berisi) sehingga kalau pakai baju model apapun terlihat pas dan pantas dipakai. Sementara kalau tubuh kita gendut, pakai baju apapun rasanya seperti sedang memakai karung terigu. Akhirnya, lingkungan sekitar juga ikut mempengaruhi. Semakin sering diledek 'gendut' maka dietnya semakin gencar. Maka tidak mengherankan bila ketidakpuasan seseorang dengan tubuhnya akan mengembangkan masalah pada gangguan makan.
Remaja dengan gangguan makan seperti di atas memiliki masalah dengan body imagenya. Artinya, mereka sudah memiliki suatu mind set (pemikiran yang sudah ter'patri' di otak) bahwa tubuh mereka tidak ideal. Mereka mempersepsikan tubuhnya gemuk, banyak lemak di sana sini, tidak seksi dan lain-lain yang intinya tidak sedap untuk dipandang dan tidak semenarik tubuh orang lain. Akibat pemikiran yang sudah terpatri ini, seorang remaja akan selalu melihat tubuh mereka terkesan gemuk padahal kenyataannya justru berat badan mereka semakin turun hingga akhirnya mereka menjadi sangat kurus. Mereka akan dihantui perasaan bersalah manakala mereka makan banyak karena hal itu akan menyebabkan berat badannya naik.
Masalah "body" ini akhirnya menyebabkan remaja menjadi tidak percaya diri dan sulit untuk menerima kondisi dirinya. Mereka beranggapan bahwa kepercayaan diri akan tumbuh kalau mereka juga memiliki tubuh yang sempurna (sempurna disini adalah kurus).


Apakah Dampak yang Ditimbulkannya?
Beberapa penderita anoreksia dan bulimia dapat menurunkan berat badannya antara 25-50% dari berat badan mereka. Jika gangguan ini, baik anoreksia maupun bulimia tidak segera tertangani, maka dapat membawa dampak masalah baik secara fisik maupun psikis yang serius, bahkan kasus yang terparah bisa sampai menyebabkan kematian.

Dampak fisik yang umumnya terjadi pada mereka:
•    Kehilangan selera makan, hingga tidak mau mengkonsumsi makanan apapun
•    Luka pada tenggorokan dan infeksi saluran pencernaan akibat terlalu sering memuntahkan makanan
•    Lemah, tidak bertenaga
•    Sulit berkonsentrasi
•    Gangguan menstruasi
•    Kematian
Dampak fisik secara tidak langsung juga akan mempengaruhi kondisi psikis seseorang, sehingga masalah psikologis yang muncul pada mereka adalah:
•    Perasaan tidak berharga
•    Sensitif, mudah tersinggung, mudah marah
•    Mudah merasa bersalah
•    Kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain
•    Tidak percaya diri, canggung berhadapan dengan orang banyak
•    Cenderung berbohong untuk menutupi perilaku makannya
•    Minta perhatian orang lain
•    Depresi (sedih terus menerus)
Dampak fisik maupun psikis yang dialami oleh penderita gangguan makan tersebut tentu saja tidak dapat diabaikan begitu saja. Mereka memerlukan pertolongan segera dari psikolog, dokter, ahli gizi, dan tentu saja orangtua untuk memulihkan masalahnya agar tidak membawa dampak yang lebih serius lagi, yaitu kematian.


Bagaimana Mendapatkan Tubuh yang Ideal?
Kita perlu mengkaji kembali apa artinya tubuh ideal. Apakah memiliki tubuh yang kurus, langsing atau seksi menurut gambaran masyarakat ? Rasanya tidak ada yang lebih ideal dibandingkan dengan memiliki tubuh yang SEHAT. Buat apa kurus, langsing dan seksi kalau pada kenyataannya kita menyiksa diri dan akhirnya malah sakit. Namun, menjadi tidak baik pula kalau akhirnya kita memanjakan diri kita dengan aneka makanan hingga akhirnya berat badan kita berlebih dan malah beresiko tinggi untuk terkena penyakit. Oleh sebab itu, lebih baik mengatur pola makan yang seimbang agar dapat mencapai tubuh yang ideal (yaitu : sehat).
Jika remaja ingin mendapatkan tubuh yang sehat (kurus tapi tetap fit atau gemuk tapi tetap lincah dan segar), maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan:
•    Konsultasi dengan dokter atau ahli gizi untuk mendapatkan pola makanan yang seimbang
•    Olah raga yang teratur
•    Tidur secukupnya
•    Tidak mengkonsumsi obat-obatan yang tidak perlu (seperti: obat/ jamu pelangsing, obat tidur, narkoba, dll)
•    Kurangi waktu senggang (nganggur) dan tingkatkan aktivitas yang membutuhkan kerja keras otak maupun fisik (misal : latihan martial art, menari, photography, drama, dsb)










BAB III
PENUTUP
    Kesimpulan
Psikologi Klinis merupakan bentuk psikologi terapan untuk menentukan kapasitas dan karakteristik tingkah laku individu dengan menggunakan metode-metode pengukuran assessment, analisa dan observasi serta uji fisik dan riwayat sosial agar dapat diperoleh saran dan rekomendasi untuk membantu penyesuaian diri individu secara tepat.
Konseling merupakan proses yang membutuhkan waktu, baik di dalam hubungan sosial atau luas maupun dalam hubungan yang spesifik, psikolog bukan membantu klien menemukan jalan keluar terhadap suatu masalah tetapi psikolog menuntun klien memecahkan masalahnya sendiri agar mencapai tujuan hidup yang baik.
Anorexia Nervosa atau Gangguan makan dan Bulimia dapat di kurangi atau di hilangkan dengan konsultasi ataupun terapi, baik itu dengan psikolog atau dengan lingkungan.








   
REFERENSI
http://www.e-psikologi.com/epsi/klinis.asp
www.ilmukesehatan.com/artikel/-kasus-psikologi-klinis.html
http://bayu96ekonomos.wordpress.com/anda-tertarik/artikel-kesehatan/
http://www.lpsp3.com/shoppingcart.php

makalah psikologi kognitif

Diposting oleh Unknown di 02.02 0 komentar
KATA PENGANTAR
    Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuasaan dan petunjuk-Nya dalam menyelesaikan tugas ini dengan Tema “PSIKOLOGI KOGNITIF” yang berjudul “INTELIGENSI”
Selanjutnya salawat beriringkan salam penulis persembahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.   
Penulis menyadari akan kurangnya pengetahuan, pengalaman serta keterbatasan lainnya baik dari segi isi, pembahasan, dan susunan rangkaian kalimat-kalimatnya. Oleh karena itu, dengan berbesar hati penulis mengharapkan dan menghargai kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan tulisan ini.   
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT kita mohon ampun, semoga selalu memberikan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.



                            Banda Aceh,22 Desember 2012







DAFTAR ISI

Kata pengantar ................................................................................................................................1
Daftar isi ..........................................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan ........................................................................................................................3
•    Latar belakang ...............................................................................................................3
•    Tujuan ...........................................................................................................................3
•    Rumusan masalah .........................................................................................................3
BAB II Pembahasan ..............................................................................................................................4
A.    Inteligensi sebagai Kemampuan .........................................................................................4
B.    Karakteristik Perilaku Inteligen ..........................................................................................5
C.    Peran Inteligensi bagi kehidupan manusia ........................................................................12
D.    Inteligensi Sebagai Faktor Genetik atau Lingkungan........................................................13
BAB III Penutup...................................................................................................................................14
•    Kesimpulan .................................................................................................................14
Daftar pustaka ......................................................................................................................................15










BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Psikologi kognitif adalah salah satu cabang dari ilmu psikologi yang khusus mempelajar tentang kognisi. Kognisi sendiri adalah proses fikir/berpikir. Kognisi terdiri dari berbagai macam jenisnya. Antara lain persepsi, ingatan, pengetahuan umum, pembentukan konsep, penalaran, pembuatan keputusan, pemecahan masalah, inteligensi, kreativitas, dan lain-lain.
Makalah ini akan menjelaskan secara khusus tentang salah satu aspek dari kognisi, yaitu inteligensi. Inteligensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual manusia. Inteligensi merupakan bagian dari proses-proses kognitif pada urutan yang lebih tinggi (higher order cognition). Secara umum inteligensi sering disebut kecerdasan, sehingga orang yang memiliki inteligensi yang tinggi sering disebut orang cerdas atau jenius.
Makalah ini akan menjelaskan tentang inteligensi sebagai kemampuan, bagaimanakah perilaku inteligen itu, teori-teori inteligensi, indikator perilaku inteligen dalam pemrosesan informasi.
B.     Tujuan
1.    Untuk mengetahu tentang inteligensi sebagai kemampuan
2.    Untuk menjelaskan tentang perilaku inteligen
3.    Untuk mengetahui macam-macam teori inteligensi
4.    Untuk mengetahui indikator perilaku inteligen di dalam memproses informasi
5.    Untuk menyelesaikan tugas makalah psikologi umum
C.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah penjelasan dari inteligensi sebagai kemampuan?
2.    Apakah yang dimaksud perilaku inteligen?
3.    Apa sajakah macam teori inteligensi?
4.    Bagaimanakah penjelasan dari masing-masing teori inteligensi?
5.    Apa sajakah indikator perilaku inteligen di dalam memproses informasi?





BAB II
PEMBAHASAN
Inteligensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual manusia. Inteligensi merupakan bagian dari proses-proses kognitif pada urutan yang lebih tinggi (higher order cognition). Secara umum inteligensi sering disebut kecerdasan, sehingga orang yang memiliki inteligensi yang tinggi sering disebut orang cerdas atau jenius.
Para ahli belum ada kesatuan pendapat tentang definisi inteligensi. Menurut Solso (1988), Inteligensi adalah kemampuan memperoleh dan menggali pengetahuan; menggunakan pengetahuan untuk memahali konsep-konsep konkret dan abstrak, dan menghubungkan di antara objek-objek dan gagasan-gagasan; menggunakan pengetahuan dengan cara-cara yang lebih berguna (in a meaningful way) atau efektif.
A.Inteligensi sebagai Kemampuan
Nickerson, Perkins, dan Smith (dalam Solso, 1988) membuat daftar kemampuan yang mereka percayai sebagai representasi dari inteligensi manusia. Sebagai berikut:
•    Kemampuan Mengklasifikasikan Pola-pola Objek
Orang dengan inteligensi normal mampu mengenali dan mengklasifikasikan stimulus-stimulus yang tidak identik ke dalam satu kelas atau rumpun.
•    Kemampuan Beradaptasi (Kemampuan Belajar)
Kemampuan belajar dan memodifikasi perilaku agar dapat beradaptasi dengan lingkungan merupakan hal yang penting bagi inteligensi manusia.
•    Kemampuan Menalar secara Deduktif
Orang yang inteligen mampu menarik kesimpulan tertentu berdasarkan premis-premis yang mendahului.
•    Kemampuan Menalar secara Induktif
Penalaran Induktif meminta seseorang menarik kesimpulan di balik informasi yang diberikan atau terbatas. Penalaran ini meminta seseorang untuk menemukan aturan-aturan atau prinsip-prinsip tertentu berdasarkan contoh-contoh khusus.
•    Kemampuan Mengembangkan dan Menggunakan Konsep
Meliputi bagaimana seseorang membentuk suatu kesan-pemahaman mengenai cara-cara suatu objek bekerja atau berfungsi, dan bagaimana menggunakan model itu untuk memahami dan menginterpretasi kejadian-kejadian.
•    Kemampuan Memahami
Berkaitan dengan kemampuan melihat adanya hubungan atau relasi dalam suatu permasalahan, dan kegunaan-kegunaan hubungan ini bagi pemecahan masalah itu. Keabsahan kemampuan memahami ini merupakan bagian yang menonjol di dalam tugas-tugas pada tes inteligensi.
B.Karakteristik Perilaku Inteligen
Wechsler (1975), ada tiga karakteristik perilaku inteligen (intelligent behavior).
1)      Adanya kesadaran (condition of awareness).
Orang menyadari tindakan-tindakannya dan cara-cara yang ditempuh, hal ini berbeda dengan perilaku instink dan reflek.
2)      Perilaku inteligen selalu mempunyai tujuan atau diarahkan pada sasaran tertentu (goal directed), bukan dilakukan secara acak (random).
3)      Perilaku inteligen adalah rasional; kemampuan untuk berpikir logis dan konsisten, sehingga dapat dipahami.
4)      Perilaku inteligen harus memiliki nilai (makna) dan kegunaan, paling sedikit hal ini menurut kesepakatan pendapat kelompok.
Sternberg (1985), melakukan penelitian kepada 200 objek penelitian dan kepada mereka diberikan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan beberapa karakteristik perilaku inteligen. Dan hasilnya karakteristik perilaku inteligen dibedakan menjadi tiga dimensi, yaitu:
•    Dimensi 1. Kemampuan memecahkan masalah praktis
1.    Cenderung melihat kesinambungan tujuan dan menyelesaikannya.
2.    Mampu membedakan dengan baik antara jawaban yang benar dan yang salah.
3.    Memiliki kemampuan memecahkan masalah dengan baik.
4.    Memiliki kemampuan mengubah arah dan menggunakan prosedur yang lain.
5.    Memiliki rasionalitas: kemampuan menalar secara jernih.
6.    Mampu menerapkan pengetahuan untuk masalah-masalah khusus.
7.    Memiliki kemampuan yang unik dalam memandang suatu maslah atau situasi dan memecahkannya.
8.    Memiliki pikiran yang logis.
•    Dimensi 2. Keseimbangan dan integrasi intelektual
1.    Memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan adanya kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan.
2.    Membuat hubungan-hubungan dan perbedaan-perbedaan antara berbagai gagasan dan segala hal.
3.    Mendengarkan (memperhatikan) semua segi dari suatu issue.
4.    Mampu memahami gagasan-gagasan yang abstrak dan memfokuskan pikirannya kepada gagasan-gagasan itu.
5.    Mampu melihat segala hal dan menemukan benang merahnya.
6.    Cepa mengerti atau tanggap terhadap suatu persoalan.
7.    Memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan informasi.
8.    Memiliki kemampuan untuk memahami situasi-situasi yang kompleks.
•    Dimensi 3. Inteligensi konstektual
1.    Belajar, mengingat, dan memperoleh informasi dari kesalahan-kasalahan dan keberhasilan-keberhasilan masa lalu.
2.    Memiliki kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungannya.
3.    Mengetahui apa yang harus dilakukan di dalam kehidupan ini.
Sternberg menyimpulkan bahwa sebenarnya orang-orang yang telah memiliki teori mengenai perilaku-perilaku yang dianggap inteligen atau cerdas yang disebut informal theory of intelligence (teori informal tentang inteligensi).
•    Teori-teori Intelegensia
Teori Faktor
Spearman mengembangkan teori dua faktor dalam kemempun mental manusia. Pertama adalah faktir kemampuan umum yang disebut faktor “g”. Kemampuan menyelesaikan tugas atau masalag secara umum, misalnya kemampuan mengerjakan soal-soal matematika. Kedua adalah kemampuan khusus yang disebut faktor “s”; kemampuan menyelesaikan masalah atau tugas-tugas khusus, misalnya mengerjakan sosl-soal perkalian atau penambahan dalam matematika.
Cettel (dalam Hakstian dan Cettel, 1978) mengembangkan teori triadik tentang struktur kemampuan mental, yang meliputi: kapabilitas umum, kemampuan provincial, kemampuan agensi. Teori triadic ini didukung oleh hasil penelitian Hakstian dan Cettel.
•    Teori Struktur Intelektual
Salah satu teori faktor yang cukup komplek dan terkenal adalah teori struktur intelektual yang dikembangkan oleh Guilford (1967,1985). Menurut teori SOI (Structure of intellect) ini, inteligensi didefinisikan sebagai suatu kumpulan yang sistematik mengenai kemampuan-kemampuan atau fungsi-fungsi intelektual untuk memproses informasi yang beraneka macam di dalam berbagai bentuk. Istilah kemampuan ini digunakan di dalam konteks perbedaan-perbedaan individu dan fungsi-fungsi bagi perilaku individu.
Definisi inteligensi ini mengandung implikasi, bahwa masing-masing kemampuan dasar diidentifikasi melalui konjungsi tiga variable atau facets. Tiap tiap kemampuan memiliki jenis keunikan tersendiri di dalam aktivitas mental atau pikiran (operation), isi informasi (content), dan hasil informasi ( product).
Penjelasan mengenai ketiga dimensi dari inteligensi manusia menurut teori structural:
Operasi Mental (Proses Befikir)
1.    Cognition (menyimpan informasi yang lama dan menemukan informasi yang baru).
2.    Memory Retention (ingatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari).
3.    Memory Recording (ingatan yang segera).
4.    Divergent Production (berfikir melebar atau banyak kemungkinan jawaban/ alternatif).
5.    Convergent Production (berfikir memusat atau hanya satu kemungkinan jawaban/alternatif).
6.    Evaluation (mengambil keputusan tentang apakah suatu itu baik, akurat, atau memadai).
Content (Isi yang Dipikirkan)
1.    Visual (bentuk konkret atau gambaran).
2.    Auditory.
3.    Word Meaning (semantic).
4.    Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata atau angka dan notasi musik).
5.    Behavioral (interaksi non verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi muka atau suara).
    Contoh : Sejak umur 3 tahun anak kecil sudah mampu membaca. 7 bulan kemudian semua kata berbahasa Indonesia dapat dibacanya dengan baik. Layaknya anak di bangku sekolah dasar. Karena jenis tulisan favoritnya adalah dongeng atau cerita anak, ditambahkannya mimik dan intonasi untuk menggambarkan pembedaan tokoh. Lambat laun kerap muncul pertanyaan seputar kata yang belum dipahaminya. Kadang dilemparkannya dengan emosi, misalnya: “Kenapa sih, anak itu tidak mau meminjamkan mainannya? Aku aja mau kasih pinjam mainan ke teman-teman.”
Ilustrasi riil di atas menggambarkan tercapainya parameter konten menurut struktur kemampuan intelektual menurut Guilford (1982); digambarkan sebagai kelompok (tipe) informasi, seperti: berwujud, simbolik, semantik, menggambarkan perilaku dan merupakan interaksi nonverbal individu. Singkat kata, model ‘Guilford’ menunjukkan halaman yang sebenarnya tidak baru dalam pendidikan dan konsep keberbakatan. Sebuah rasionalisasi pengamatan keberbakatan dari berbagai segi, yang dihantarkan lewat metode mendongeng atau bercerita bagi anak. Dari sini kita akan beranjak pada peran vital pendidikan dalam menentukan tidak hanya keberlangsungan masyarakat, namun juga mengukuhkan identitas individu dalam masyarakat.
Product (Hasil  Berfikir)
1.    Unit (item tunggal informasi).
2.    Kelas (kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama).
3.    Relasi (keterkaitan antar informasi).
4.    Sistem (kompleksitas bagian saling berhubungan).
5.    Transformasi (perubahan, modifikasi, atau redefinisi informasi).
6.    Implikasi (informasi yang merupakan saran dari informasi item lain).

•    Teori Kognitif
Stenberg (1985) menggunakan teori komponen berdasarkan alur proses-proses kognitif yang terlibat di dalamnya. Teori komponen ini sering disebut teori pemrosesan informasi. Menurut teori Stanberg, inteligensi dapat dianalisis kedalam lima komponen: metakomponen, komponen performansi, komponen akuisisi, dan komponen transfer. Komponen-komponen ini merupakan langkah –langkah yang harus ditempuh seseorang agar ia dapat memecahkan masalah.
Metakomponen adalah proses pengendalaian yang terletak pada urutan yang lebih tinggi yang digunakan untuk melaksanakan rencana, memonitor, dan mengevaluasi kerja di dalam suatu tugas. Metakomponen menunjuk pada pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang bagaimana memecahkan suatu masalah. Oleh karena metakomponen merupakan suatu dasar bagi begitu banyak tugas-tugas intelektual yang beraneka ragam, Stanberg menganggap bahwa komponen ini terkait dengan inteligensi umum manusia.
Metakomponen meliputi: 1) Mengenali (recognisi) bahwqa suatu permasalahan muncul. 2) mengenali hanya pada hakekat masalah. 3) memilih seperangkat urutan yang lebih rendah atau komponen bukan eksekusi bagi kinerja dalam suatu tugas. 4) memilih strategi untuk mengerjakan tugas, mengkombinasikan komponen-komponen pada urutan lebih rendah. 5) memilih salah satu atau lebih mengenai representasi mental tentang informasi. 6) memutuskan bagaimana mengalokasikan sumber-sumber perhatian. 7) memonitor atau memantau jalur yang ditempuh kinerja tugas, apa yang telah dilakukan, dan yang perlu dilakukan. 8) memahami umpan balik internal dan eksternal berkaitan dengan kualitas kinerja dalam tugas. 9) Mengetahui bagaimana tindakan atas umpan balik yang diterima itu dan berakhir. 10) mengimplementasikan tindakan sebagai hasil dari umpan balik itu.
Komponen kinerja adalah proses-proses pada urutan lebih rendah yang digunakan untuk melaksanakan berbagai strategi bagi kinerja dalam tugas. Tiga contoh komponen-komponen ini adalah: 1) enconding terhadap suatu stimulus. 2) inferring (penarikan kesimpulan) mengenai hubungan-hubungan antara dua stimulus yang serupa pada bagian-bagian tertentu dan berbeda pada bagian-bagian lainnya. 3) applying (penerapan) kesimpulan itu terhadap situasi baru.
•    Komponen- komponen perolehan pengetahuan
Komponen- komponen perolehan pengetahuan adalah proses- proses yang terlibat dalam mempelajari informasi baru dan penyimpanannya di dalam ingatan. Koponen ini meliputi :
1.    Selective encoding (pemberin kode secara selektif), yaitu informasi baru yang relevan diambil atau dipisahkan dari informasi baru yang tidak relevan.
2.    Selective combination , yatiu informasi yang telah diberi kode secara selektif kemudian dikombinasikan menurut cara- cara tertentu untuk memaksimalkan hubungan.
3.    Selective comparison, yaitu apa yang telah dikombinasikan itu lalu dihubungkan dengan informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatan, untuk memaksimalkan hubungan struktur pengetahuan yang sebelumnya sudah dibentuk.

Ketiga komponen itu saling berintekasi untuk mencapai pemecahan masalah atau tujuan lain, dan dapat digambarkan interaksinya melalui empat cara yaitu:
1.    Diaktifkan langsung oleh komponen lain
2.    Diaktifkan secara tidak langsung oleh komponen lain melalui perantara komponen ketiga
3.    Umpan balik langsung diberikan oleh komponen lain
4.    Umpan balik  tidak langsung diberikan kepada suatu komponen terhadap yang lain melalui perantara komponen ketiga.
Menurut Stenberg diajukan enam sumber pertanyaan individu dalam memproses informasi :
1.    Komponen
2.    Aturan kombinasi untuk komponen
3.    Urutan proses komponen
4.    Model proses komponen
5.    Waktu komponen atau akurasi
6.    Representasi mental pada tindakan komponen
Masih menurut pandangan kognitif Stenberg , 1985a kemampuan- kemampuan mental atau inteligensi manusia meliputi :
1.    Kemampuan verbal-  pemahaman dan kelancaran verbal (bahasa)
2.    Kemampuan kuantitatif- berhitung, komputasi, dan pemecahan masalah
3.    Kemampuan belajar- pembentukan konsep, menggunakan pengetahuan dan transfer jarak jauh
4.    Kemampuan penalaran induktif- analogi dan generalisasi
5.    Kemampuan penalaran deduktif- silogisme kategorik, silogisme linier, dan penalaran kondusional
6.    Kemampuan ruang (spatial ability)- orientasi ruang, hubungan- hubungan keruangan dan visuaisasi ruang
Inteligensi menurut senberg ini tidak terlalu berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Nickerson, Perkins dan Smith, perbedaan yang paling penting adalah kemampuan kuantitatif dan kemampuan ruang.
•    Teori inteligenesi majemuk (multiple intelligences)
Teori ini dikembangkan oleh Howard Gadner pada awal tahun 1980-an. Ia tidak puas dengan model kecerdasan tunggal yang didasari oleh konsep IQ (intelligent quotient) yang secara traditional dipegang teguh. Sebelum mengembangkan teorinya, Garner (2003) telah melakukan serangkaian penelitian dan pengamatan tehadap orang- orang normal dan tidak normal. Berdasarkan hasil penelitian tersebutlah dikembangkan teori inteligensi majemuk (multiple intelligences). Menurut Gardner inteligensi didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah dan menciptakan produk (karya). Dalam teorinya ia mengemukakan, paling sedikit tujuh jenis inteligensi atau kecerdasan yang dimiliki manusia secara alami antara lain :
    Inteligensi bahasa (verbal or linguistic intelligence)
Inteligensi bahasa adalah kemampuan memaanipulasi kata- kata di dalam bentu lisan dan tulisan, misalnya membuat puisi.
    Inteligensi matematika- logka (mathemaical- logical intelligence)
Kemampuan memanipulasi sistem- sistem angka dan konsep- konsep menurut logika, disamping juga ilmu pengetahauan.
    Inteligensi ruang (space intelligence)
Kemampuan untuk melihat dan memanipulasi pola- pola dan rancangna- rancangan.
    Inteligensi gerak tubuh (bodily- kinesthetic intelligence)
Kemampuan untuk menggunakan tubuh dan gerak.
    Inteligensi intrapersonal
Kemampuan untuk memahami perasaan- perasaan sendiri, refleksi pengetahuan batin dan filosofinya.
    Inteligensi ekstrapersonal
Kemampuan memahami orang lain, pikiran maupun perasaan- perasaannya.
Orang- orang yang sukses di dalam suatu bidang atau kehidupan memrlukan kombinasi kecerdasan. Oleh karena setiap peran budaya memerlukan beberapa inteligensi, maka penting  untuk menganggap setiap individu atau orang memiliki sekumpulan inteligensi, bukan memiliki inteligensi untuk menyelesaikan masalah tunggal yang dapat diukur secara langsung melalui tes yang menggunakan pensil dan kertas seperti yang sudah lazim di dalam tes- tes inteligensi.
Sebuah penelitian oleh Jone dan Day (1997) yang membedakan inteligensi akademik dan inteligesi non akademik. Penellitian ini dimaksudkan untuk menguji apakah memang berbeda antara inteligensi akademik dan inteligensi kognitif sosial. Inteligensi akademik meliputi kemampuan pengetahuan sosial deklaratif dan prosedural, misalnya pengetahuan tantang apa saja yang terjadi dan yang harus dilakukan, atau dikatakan di dalam situasi- situasi sosial yang sudah familiar secara akademik. Sedangkan inteligensi non akademik meliputi inteligensi praktis, sosial, interpersonal dan intrapersonal.
Penelitian tersebut menemukan bahwa pengetahuan sosial yang mengkristal (crystalized problem solving) tidak dapat dibedakan dengan pemecahan- pemecahan masalah akademik (academic problem solving). Hasil dari data yang diberikan dari guru bahwa penerapan ilmu pengetahuan secara fleksibel merupakan aspek penting dari kompetensi sosial. Suatu kemmampuan manusia utnuk menerapkan sengetahuan sosial secara fleksibel tehadap situasi- situasi sosial yang dijumpai. Maka dapat disimpulkan bahwa adanya perberdaan adara inteligansi sosial san inteigensi akademik.
Hasil penelitian tersebut didukung oleh teori Gardneryang diantaranya dikemukakan adanya jenis inteligensi intrapersonal dan inteligensi interpersonal. Kedua inteligensi ini dikembangkan lagi oleh Goleman (1996) digabungkan atau dikembangkan menjadi satu jenis inteligensi yang disebut inteligensi emosional (emotional intelligences). Inteligense yang dimaksud meiputi lima wilayah, yaitu:
1.    Kemmapuan mengenali emosi diri
2.    Mengelola emosi
3.    Memotivasi diri
4.    Mengenali emosi orang lain
5.    Membina hubungan
Berkaitan dengan inteliggensi emosional ini, Caruso, Mayer, dan Salovery (2002) telah melakukan penelitian untuk menguji apakah inteligensi emosional termasuk dimensi kemampuan atau kepribadian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa inteligensi emosional merupakan bagian dari kemampuan mental manusia (human mental ability) atau inteligensi, dan relatif terpisah dari sifat- sifat kepribadian (personality traits).
•    Intelegensi dan Pemrosesan Informasi
Barangkali suatu cara yang lebih mudah untuk mengetahui atau memperkirakan apakah seseorang memiliki intelegensi tinggi atau tidak, kita dapat mengamati secara langsung pada waktu orang itu memproses informasi. Apakah perilaku orang itu menunjukkan indikator-indikator penting dari suatu perilaku inteligen. Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai kemampuan memproses informasi, maka indikator-indikator penting itu paling sedikit adalah berkaitan dengan ingatan jangka pendek, pengetahuan umum, penalaran dan pemecahan masalah, dan perilaku adaptasi (Schunn dan Reder, 2001; Solso, 1987).
Ingatan jangka pendek. Orang-orang yang memiliki inteligensi tinggi cenderung lebih cepat dan akurat di dalam memproses informasi jika dibandingkan dengan mereka yang memiliki inteligensi rendah. Hal ini berlaku pada proses menggali kembali atau me-recall pengetahuan dari ingatan. Mereka yang memiliki inteligensi tinggi lebih efisien atau baik di dalam encoding informasi daripada mereka yang memiliki intelegensi rendah.
Pengetahuan umum (general knowledge). Sejak awal pengembngan tes-tes inteligensi, pengetahuan umum merupakan bagian penting dari inteligensi manusia. Kemampuan menyimpan informasi di dalam ingatan dalam bentuk skemayang terorganisasikan dengan baik dan mengakses kembaliinformasi itu secara efisien, merupakan karakteristik penting dari inteligensi.
Penalaran dan pemecahan masalah (reasoning and problem solving). Hampir semua orang sepakat bahwa kemampuan penalaran dan pemecahan masalah merupakan komponen penting dari inteligensi manusia. Pemisahan keduanya sebenarnya lebih ditujukan untuk keperluan analisis. Penalaran dicirikan adanya usaha mengkombinasikan elemen-elemen informasi yang diketahui untuk menghasilkan informasi baru. Informasi dapat datang dari eksternal (luar) misalnya buku, televisi, surat kabar, dan orang lain, atau internal (dari dalam diri) yakni pengetahuan yang telah disimpan di dalam ingatan.
Adaptasi (adaptiveness). Tingkat inteligensi seseorang juga dapat dilihat dari kemampuan beradaptasi. Kemampuan beradaptasi merupakan suatu kemampuan yag sangat kompleks, karena di dalamnya melibatkan sejumlah fungsi intelektual misalnya penalaran, ingatan kerja, dan belajar keterampilan. Dalam hal ini, adaptasi didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan strategi (strategy adaptivity) dengan perubahan tuntutan tugas atau lingkungan (termasuk lingkungan baru).
Berkaitan dengan kemampuan adaptasi ini Schunn dan Reder (2001) mengadakan serangkaian penelitian eksperimental terhadap sejumlah orang di laboratorium pelatihan di pusat angkatan udara Brooks AS. Mereka diberi tugas memecahkan masalah yang menuntut perubahan strategi seorang pilot ketika hendak melakukan pendaratan sebuah pesawat di landasan pacu. Berdasarkan hasil-hasil penelitian ini kemudian mereka menyimpulkan bahwa beberapa faktor yang dapat dijadikan sebagai prediktor yang baik bagi perilaku adaptasi adalah : (1) Keterampilan penalaran induktif dan kemampuan belajar keterampilan. Keduanya dapat memprediksi apakah orang-orang melakukan adaptasi atau tidak. (2) Kapasitas ingatan kerja (working memory), keterampilan penalaran induktif, dan kemampuan belajar fakta, ketiganya dapat memprediksi seberapa banyak mereka melakukan adaptasi. (3) Kemampuan belajar keterampilan dan kecepatan memproses informasi, keduanya dapat memprediksi seberapa cepat mereka melakukan adaptasi.
Hasil-hasil penelitian eksperimen ini memperkuat pemikiran bahwa kemampuan beradaptasi terutama menghadapi perubahan tuntutan tugas dan lingkungan yang baru merupakan indikator sangat penting bagi perilaku inteligen. Makin tinggi intelegensi seseorang, makin cepat dan efektif di dalam menentukan strategi beradaptasi dengan perubahan tugas dan lingkungan yang baru.
C. Peran Inteligensi bagi kehidupan manusia
Sejak 100 tahun yang lalu “inteligensi umum” (general intelligence) pertamakali diperkenalkan oleh Spearman pada tahun 1904 sampai sekarang, inteligensi (IQ) masih dianggap relevan ketika orang hendak membicarakan tentang kemampuan mental umum (GMA – General Mental Ability or Cognitive ability). Inteligensi merupakan sesuatu yang sangat berguna untuk memahami manusia secara utuh (Whole Person). Setelah berkembang psikologi modern – positive psychology – maka sangat pentng bagi ahli-ahli psikologi memanhami psikologi umum. Untuk memelihara kreativitas dan bentuk-bentuk optimal perkembangan psikologis manusia pada umumnya (Lubinski, 2004). Selain itu, inteligensi umum juga berperan penting dalam pencapaian kualitas hidup atau kesehatan dan kesuksesan seseorang di dalam dunia karir serta akademik.
Pandangan tersebut didasarkan pada hasil-hasil penelitian selama ini yang dihimpun oleh para penulis dalam artikel-artikel edisi khusus (Journal of Prsonality and Social Psychology, Volume 86, 2004), guna memperingati satu abad (100 tahun) setelah Spearman memperkenalkan inteligensi umum sebagai kemampuan kognitif manusia.
Secara umum hasil penelitian itu menunjukkan peran penting inteligensi umum (G-factor, seperti yang diukur melalui tes-tes inteligensi umum) di dalam pencapaian karir, kinerja jabatan, kreativitas, prestasi akademik, dan kualitas kesehatan seseorang. Misalnya, hasil-hasil penelitian yang dihimpun oleh Schmidt dan Hunter (2004) menunjukkan bahwa inteligensi umum (GMA – General Mental Ability) dapat memprediksi penacapaian jabatan dan kinerja sseseorang dalam dunia kerja. Disamping itu, hasil-hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa, inteligensi umum (GMA) berkorelasi lebih tinggi dengan kinerja jabatan daripada bakat atau kemampuan khusus.
inteligensi juga berpengaruh terhadap kualitas kesehatan seseorang dan hidup pada umumnya. Hasil-hasil penelitian yang dihimpun oleh Deary, dkk (2004) menunjukkan bahwa inteligensi (yang diukur) ketika usia anak-anak dapat menjadi prediktor yang handal bagi kualitas kesehatan mereka ketika pada usia tua dan kematian. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anak-anak yang memiliki inteligensi (IQ) tinggi, ketika memasuki usia tua cenderung memiliki kesehatan lebih baik dan berumur lebih panjang apabila dibandingkan dengan mereka yang memiliki inteligensi rendah.
D. Inteligensi Sebagai Faktor Genetik atau Lingkungan
Pertanyaan mengenai apakah inteligensi merupakan kemampuan genetik (faktor keturunan) atau faktor lingkungan, sampai saat ini masih dalam perdebatan. Kecenderungan hasil-hasil penelitian genetik menunjukkan bahwa baik faktor genetik atau keturunan (herditas) maupun lingkungan memberi andil terhadap inteligensi yang dimiliki seseorang. Meski demikian, faktor genetik memberi andil yang lebih besar (berkisar antara 50%-80%) terhadap inteligensi seseorang daripada faktor lingkungan. Didalam perspektif perkembangan, pengaruh terbesar dari lingkungan terhadap inteligensi terjadi ketika masa anak-anak (childhood), kemudian mengalami penurunan setelah umur mereka bertambah dewasa. Sebaliknya, makin bertambah dewasa usia anak maka faktor genetik makin besar pengaruhnya terhadap inteligensi (Plomin & Spinath, 2004).











BAB III
PENUTUP
•    Kesimpulan
Di dalam perpektif pemrosesan informasi, inteligensi merupakan bagian dari proses-proses kognitif yang lebih tinggi. Inteligensi adalah kemampuan intelektual manusia, dan dapat disebut sebagai kemampuan memproses informasi, memahami informasi, menyimpannya sebagai pengetahuan dalam bentuk yang terorganisasikan secara baik, kemudian mengakses informasi untuk merespon suatu tugas.
Inteligensi manusia dapat meliputi kemampuan memahami, mengklasifikasikan objek-objek, menalar secara logis baik deduktif maupun induktif, beradaptasi atau belajar, dan mengembangkan konsep-konsep tentang sesuatu dan menggunakannya untuk menerangkan dan menginterpretasi kejadian-kejadian di lingkungannya.
Teori inteligensi dapat dibedakan : teori faktor dan teori kognitif atau pemrosesan informasi. Dewasa ini para ahli mulai memandang bahwa inteligensi manusia bukan bersifat tunggal seperti pada IQ, tapi bermacam-macam dan berjumlah banyak, sehingga melahirkan teori-teori baru, misalnya inteligensi majemuk, inteligensi sosial, dan inteligensi emosional.
Indikator perilaku inteligen antara lain adalah kecepatan memproses informasi dan mengakses informasi yang tersimpan di dalam ingatan, menalar sesuatu dengan baik dan logis, serta memecahkan masalah-masalah praktis.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dihimpun para ahli, inteligensi umum (IQ) mempunyai peran penting di dalam aspek kehidupan manusia, misalnya pencapaian karir, kinerja jabatan, prestasi akademik, kreativitas, dan kualitas kesehatan.







DAFTAR PUSTAKA
http://ebookbrowse.com/intelegensi-dalam-psikologi-kognitif-pdf-d351730634
http://psych.athabascau.ca/html/aupr/cognitive.shtml
http://en.wikipedia.org/wiki/Intelligence
http://www.questia.com/library/3764439/cognitive-psychology-and-artificial-intelligence-theory
 

psikologiku Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea